Mamuju, Katinting.com – Otto Cornelis Kaligis selaku Kuasa Hukum You Young Kyu (YYK), warna negara asal Korea Selatan (korsel) yang ditangkap atas dugaan Tindak Pidana di Bidang Kehutanan keberatan atas penangkapan kliennya yang dianggap pelanggaran prosedur.
Dijelaskan via telpon, Kamis (5/9), OC Kaligis mengatakan, pada tanggal 16 Agustus, klien kami ditahan tanpa adanya surat perintah penahanan atau surat tugas yang jelas. Sebagai perwakilan hukum klien, kami telah melakukan sejumlah langkah, termasuk bertemu dengan Inspektur Jenderal, Laksmi Wijayanti, untuk mengklarifikasi situasi ini.
Lanjut kata OC Kaligis, keberatan utama kami adalah terkait prosedur penahanan yang tidak sesuai. Pada saat penahanan, petugas tidak menunjukkan identitas atau surat tugas resmi.
Baru setelah kami memprotes keras, surat perintah dikeluarkan pada tanggal 17 Agustus, yang berarti penahanan pada tanggal 16 Agustus tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan ilegal atau bahkan penculikan.
BACA JUGA: Gakkum KLHK Tindak Tegas WNA Korea Selatan, Terduga Pemodal Tambang Ilegal di Hutan Lindung
Selain itu, barang-barang klien kami disita tanpa surat penyitaan yang sah, yang baru dikeluarkan seminggu kemudian. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 29 KUHAP, penyitaan barang harus disertai dokumen resmi yang ditandatangani, tetapi prosedur ini tidak dilakukan.
“Tindakan-tindakan ini mengindikasikan adanya pelanggaran kewenangan oleh pihak penegak hukum di Mamuju, khususnya dari Gakkum,” kata OC Kaligis.
Kami telah melaporkan hal ini kepada Menteri dan Dirjen, serta menyampaikan langsung kepada Ibu Laksmi Wijayanti. Namun, yang terjadi adalah pihak terkait malah memberikan konferensi pers untuk membenarkan tindakan mereka, meskipun kami yakin bahwa prosedur yang diambil jauh dari standar hukum yang seharusnya.
Kami juga mencatat bahwa barang bukti yang disita tidak disimpan di tempat penyimpanan yang benar, dan klien kami bahkan dipaksa keluar dari rutan untuk dibawa ke kantor kehutanan, yang merupakan pelanggaran lain terhadap prosedur hukum.
“Kami mengamati bahwa di Mamuju terjadi tindakan sewenang-wenang, terutama dalam penegakan hukum yang berpotensi dipengaruhi oleh oknum tertentu,” ungkapnya.
Hal ini menjadi semakin jelas ketika kami menemukan bahwa klien kami diperlakukan tidak adil dibandingkan dengan pihak lain yang melakukan aktivitas serupa, tetapi tidak ditindak.
Kami memiliki bukti berupa sertifikat dan surat sewa yang menunjukkan bahwa area tersebut bukanlah kawasan hutan lindung, sebagaimana dinyatakan oleh pemilik tanah yang telah berkomunikasi dengan Kementerian Kehutanan.
“Situasi ini semakin menunjukkan ketidakadilan, dan kami berencana untuk membawa kasus ini ke media nasional agar publik di Jakarta juga mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Selain itu, kami telah mengajukan surat kepada Dirjen berdasarkan data-data yang kami miliki dan berencana untuk melakukan upaya praperadilan untuk melawan penahanan yang tidak sah ini,” tegasnya.
Kedutaan Besar Korea Selatan juga telah ikut campur tangan dalam kasus ini, menambah urgensi bagi kami untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan. Kami hanya menginginkan objektivitas dan keadilan, tanpa adanya upaya mencari-cari kesalahan klien kami. Imbuhnya.
(Zul/Anhar)