

Mamuju, Katinting.com – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Mamuju Tengah mengutuk tindakan represif kepolisian kepada unjukrasa yang dilakukan AMPERA (Aliansi Pemerhati Pendidikan).
Aksi AMPERA aksi sendiri berlangsung di bundaran arteri depan kantor Gubernur Sulbar, Senin (17/8) yang menuntut dugaan penanganan korupsi dana alokasi khusus (DAK) pendidikan tahun 2020.
BACA JUGA : Demo Dugaan Korupsi di Pemprov Sulbar, 5 Pengunjukrasa Diamankan Polisi
Aksi solidaritas PMII Mamuju Tengah yang berlangsung, Senin (17/8) malam, menegaskan bahwa ruang-ruang demokrasi jangan dibungkam dengan gaya premanisme, sebab menurutnya, setiap orang berhak menyampaikan aspirasinya.
“Miris melihat tindakan aparat kepolisian seolah menjadi penghalang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi. Mereka tugasnya menjadi pengayom, pelindung bukan penghalang, apalagi menjawab aspirasi pengunjukrasa. Itu jadi lucu, jadi pertanyaan besar bagi kita yang sering aksi, ada apa sebenarnya polisi jadi reaktif terhadap tuntutan pengunjukrasa?” kata Kurniawan, Korlap Aksi.
Lanjut, apalagi teman-teman pakai kata dugaan, harusnya mereka paham itu. Jangan sampai ada kekuasaan yang korup jadi tepuk dada karena merasa aman. Ruang demokrasi rakyat janganlah dicederai dengan gaya represif, tegas Kurniawan.
Untuk itu, PMII Mamuju Tengah dalam tuntutannya menyampaikan agar Kapolri mencopot Kapolda Sulawesi Barat, Kapolres Mamuju, serta Kasatreskrim Mamuju karena tidak mampu menertibkan anggotanya sehingga terjadi tindakan kekerasan terhadap massa aksi.
Mengutuk keras tindakan premanisme oknum kepolisian Mamuju yang telah melanggar UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di depan umum.
Meminta kepada Kapolres Mamuju Tengah untuk meneruskan secara berjenjang tuntutan massa aksi PMII Mamuju Tengah.
Sementara itu dalam keterangan rilis Kasat Reskrim, Syamsuriansyah, digrup WhatsAap menyampaikan, dalam pelaksanaan tugas Polri diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 13 huruf c yakni memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dimana Polri Cq Polresta Mamuju telah melaksanakan tugas pokoknya tersebut terhadap pelaku pelaksana unjuk rasa dan/atau menyampaikan pendapat dimuka umum yang tergabung dalam Aliansi pemerhati Pendidikan “AMPERA” Sulbar yang dilaksanakan di hari Senin tanggal 17 Agustus 2020 di jalan Arteri kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, yakni dengan melakukan pengamanan unjuk rasa tersebut, akan tetapi perlu diketahui pula bahwa dalam pelaksanaan unjuk rasa dan/atau menyampaikan pendapat dimuka umum juga diatur oleh undang-undang yakni Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan Pendapat di Muka Umum, di mana pada Bab IV “BENTUK-BENTUK DAN TATA CARA PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM” pada Pasal 9 Ayat (2) huruf b diterangkan “Penyampaian pendapat dimuka umum sebagaimana dimaksuda dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali pada hati besar nasional” dan dimana pelaksanaan unjuk rasa dan/atau menyampaikan pendapat di muka umum oleh Aliansi pemerhari Pendidikan “AMPERA” Sulbar bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 2020 sebagai hari kemerdekaan Republik Indonesia yang berdasarkan keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformsai Birokrasi republik Indonesia Nomor 440 tahun 2020, Nomor 03 tahun 2020, Nomor 03 tahun 2020 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama tahun 2020 ditetapkan sebagai hari Libur Nasional, dan juga pada Pasal 10 Ayat (1) diterangkan bahwa, “Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri” dan di Ayat (3) diterangkan bahwa “Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri Setempat” dimana Surat Pemberitahuan Aksi yang dilayangkan oleh AMPERA Sulbar tertanggal 15 Agustus 2020 belum memenuhi criteria/ketentuan yakni kurang dari 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sehingga Polresta Mamuju setelah melakukan serangkaian negosiasi namun tidak diindahkan oleh pelaku pelaksana unjuk rasa sehingga dilakukan pembubaran aksi unjuk rasa karena telah melanggar undang-undang berdasarkan UU Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan Pendapat di Muka Umum dalam Pasal 15 “Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10, dan Pasal 11.
(Anhar)
