Sosialisasi budaya sensor mandiri yang digelar LSF Indonesia di Hotel Maleo, Mamuju. (Dok. Zulkifli)
banner 728x90

Mamuju, Katinting.com – Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia menggelar sosialisasi budaya sensor mandiri di Hotel Maleo, Mamuju, Sabtu, 25 Februari 2023.

Kehadiran LSF di Sulbar, untuk menyebarkan pesan-pesan baik tentang memilah dan memilih tontonan yang sesuai dengan usia penonton. Kegiatan itu bertujuan untuk mencegah dampak negatif dari setiap tontonan dan tayangan-tayangan yang ada saat ini.

Wakil Ketua LSF Indonesia, Ervan Ismail mengungkapkan, pihaknya sedang menggemakan kerjasama dengan seluruh bioskop di Indonesia. Agar nanti, penonton di bioskop usianya bisa tersaring.

“Kami hari ini berupaya untuk menjawab tantangan, bahwa tsunami informasi dan tontonan sudah masif ke ruang-ruang pribadi, dalam keluarga dan anggota keluarga kita,” kata Ervan Ismail.

Artinya, kata Dia, sudah harus terjadi perubahan perilaku dalam mengkomunikasikan tontonan dan tayangan-tayangan. “Apa boleh buat, kita sudah berada dalam zaman yang sangat terbuka,” sebutnya.

Sehingga, kata Ervan Ismail, tantangan yang harus dikerjakan, salah satunya dampak dari tontonan dan tayangan yang disuguhkan.

“Tentu, tontonan dan tayangan tersebut, bisa berdampak positif dan juga negatif,” ujar Ervan Ismail.

Dia menjelaskan, tontonan dan tayangan yang berdampak positif merupakan tontonan dan tayangan yang bernuansa pendidikan dan kebudayaan.

“Kita sangat berbahagia, bahwa anak-anak kita bisa menonton atau belajar jarak jauh saat menonton tayangan yang bernuansa pendidikan atau budaya. Terutama adalah bagaimana budaya-budaya lokal yang tumbuh dan berkembang di seluruh provinsi se Indonesia,” ungkapnya.

Begitu pula di Sulbar, promosi budaya melalui konten-konten lokal, perlu digelorakan untuk menarik perhatian orang luar, terutama kulinernya.

“Ini yang mesti kita gelorakan, bahkan kalau perluh diperkenalkan ke wilayah-wilayah lain, sehingga banyak orang yang ingin datang ke Polewali Mandar, Majene, dan berwisata,” imbuh Ervan Ismail.

Sementara itu, tontonan dan tayangan yang berdampak negatif, dapat dipengaruhi oleh kurangnya perhatian dalam memilah dan memilih tontonan itu sendiri.

“Salah satu contohnya, sejumlah kasus kekerasan yang dianggap dampak dari terlalu banyak nonton film gangster,” katanya.

Ervan Ismail pun menjelaskan tujuan dari kegiatan yang pihaknya gelar di Sulbar.

“Jadi tujuan kami, semata-mata ingin bersilaturahmi, ingin bersama menyebarkan pesan-pesan baik bahwa tontonan itu harus sesuai dengan usia,” ujar Ervan Ismail.

“Anak-anak yang belum dewasa, janganlah disuruh tonton film dewasa. Mungkin mereka belum bisa mencerna adegan-adegan yang berbau seksualitas, omongan-omongan yang kasar,” sambungnya.

Dampaknya, kata Dia, memang tidak serta-merta langsung terlihat saat anak-anak menonton tayangan tersebut.

“Mungkin saja saat mereka menonton belum terlihat dampaknya, tapi akan berdampak di kemudian hari,” tutup Ervan Ismail.

(*)

Bagikan