Mamuju, Katinting.com – Sebanyak enam korban investasi bodong yang dilakukan oleh mantan caleg DPRD RI dan DPRD di Sulawesi Selatan, APT dan PZ, mengirimkan karangan bunga ke Polda Sulbar sebagai tanda terima kasih. Total kerugian yang diderita para korban mencapai Rp 20 miliar.
Baca Juga :Â Mantan Caleg di Sulsel Terlibat Penipuan Investasi Bodong, Korban Asal Polman Alami Kerugian Mencapai 8,9 Miliar
FN, pemilik Perumahan Alfatih Residence, mengungkapkan bahwa dirinya bukan satu-satunya korban.
“Hari ini para korban memberikan karangan bunga sebagai ucapan terima kasih kepada Kapolda Sulbar dan Ditkrimum Polda Sulbar yang telah menangkap sindikat mafia tambang,” ujar FN kepada wartawan, Senin (5/8).
Sebanyak enam karangan bunga dipasang di area kantor Polda Sulbar sebagai bentuk penghargaan atas usaha dan kerja keras Polda Sulbar. Karangan bunga tersebut melambangkan rasa terima kasih dan harapan akan penyelesaian kasus yang cepat dan adil.
Para korban yang memberi penghargaan tersebut termasuk Gazali dari Mamuju Tengah dengan kerugian Rp 2,5 miliar, H Gunawan dari Makassar dengan kerugian Rp 625 juta, H Hakim dari Makassar dengan kerugian Rp 1,5 miliar, Wahyuni dari Makassar dengan kerugian Rp 1,5 miliar, Samantha dari Jakarta dengan kerugian Rp 3 miliar, dan Faizar dari Mamuju dengan kerugian Rp 11 miliar. Total kerugian mencapai Rp 20 miliar.
FN berharap kasus ini dapat segera diselesaikan dan para pelaku dihukum maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelumnya, Ditkrimum Polda Sulbar melimpahkan dua tersangka kasus penipuan dan penggelapan ke Kejaksaan Negeri Mamuju, Rabu (31/07/2024). Tersangka laki-laki berinisial APT dan perempuan berinisial PZ tiba di Kejaksaan Negeri Mamuju dengan tangan terborgol.
Bripka Aditya Abdi Saputra dari Banit Subdit III Jatanras Ditkrimum Polda Sulbar menjelaskan bahwa kedua tersangka terlibat dalam kasus investasi bodong dan penipuan terkait tambang di Kolaka Utara.
“Kasus penipuan ini terjadi pada tahun 2022 dan 2023. Mereka membujuk korban untuk menyerahkan uang dengan janji investasi tambang yang ternyata fiktif,” ujarnya.
Menurut Bripka Aditya, modus operandi para tersangka adalah membujuk korban untuk menyerahkan uang dengan nilai yang sangat besar. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi oleh tersangka, bukan untuk investasi seperti yang dijanjikan.
(*)