Tumpukan kantong sampah masyarakat, siap jemput oleh petugas pungut sampah. (dok Ist)
banner 728x90

Mamuju Tengah, Katinting.com – Dalam sebulan terakhir Dinas Lingkungan Hidup & Kebersihan (DLHK) Mamuju Tengah, menjadi bulan bulanan elemen masyarakat di Bumi Lalla Tassisara, karena dinilai tak mampu melayani sampah buang masyarakat secara maksimal.

Tentu bukan tanpa alasan DLHK tak maksimal dalam pelayanan sampah buang masyarakat, karena dipengaruhi oleh uzurnya sejumlah peralatan sarana prasana pendukung pengelolaan sampah di Mamuju Tengah, mulai dari dumptruck yang sudah satu persatu tak laik jalan hingga alat berat pengeruk di TPA.

Meski kemudian akibatnya, sejumlah titik penampungan pengepulan sampah di Mamuju Tengah, harus mengalami penumpukan sampah, tapi DLHK tak bisa berbuat banyak akibat dukungan sarana prasana yang tak memadai, endingnya DLHK harus di demo oleh aktivis mahasiswa extra kampus.

Menyikapi problem pengelolaan sampah di Mamuju Tengah, salah seorang aktivisi lingkungan Harifuddin K, menuturkan bahwa masalah terbesar yang dihadapi oleh pemerintah kabupaten Mamuju Tengah khusus DLHK, adalah tidak adanya grand design pengelolaan sampah berkemajuan yang ditawarkan oleh pemerintah kepada masyarakat.

“DLHK masih sibuk membenahi metode pengelolaan sampah konvensional, jemput, tampung, dihancurkan dan dibakar, padahal pada konsep pengelolaan sampah berkemajuan, tak semua sampah buang masyarakat diangkut oleh angkutan DLHK, hanya yang tersisa dari tak dikelola sendiri oleh masyarakat” tutur Harifuddin K, Koordinator Advokasi Forum Pemerhati Lingkungan Sehat dan Bersih (FPLSB) Sulbar, Senin (30/10)

Katanya, dalam pengelolaan sampah berkemajuan, masyarakat diberi tanggungjawab yang sama dengan intansi terkait atau DLHK, untuk mengelola sampah mereka, tapi tentu masih mendapatkan fasilitasi dari pemerintah, seperti kantong sampah ramah lingkungan, tong sampah kering dan basah.

“Nah mestinya metode pengelolaan sampah berkemajuan ini yang sudah harus pemerintah pikirkan, jangan lagi mempertahankan pengelolaan sampah konvensional, dan pengelolaan sampah berkemajuan ini, sudah dari dulu diberlakukan di sejumlah kota di beberapa wilayah di Indonesia dan negara di dunia” kata Harifuddin.

Ia menyampaikan mestinya Mamuju Tengah berkaca pada pengelolaan sampah berkemajuan seperti Luxembourg, Republik Ceko, Islandia, Singapura, Swedia, Korea Selatan, Swis dan Austria, negara sudah nol persen persoalan persampahan dikeluhkan oleh masyarakat.

“Atau misalnya belajar sama beberapa daerah seperti Banyumas yang sudah zero landfill, bahkan terpilih sebagai daerah Smart Green City Asean, atau misalnya belajar ke Banda Aceh yang menggabungkan pola konvensional dan berkemajuan” ujar Harifuddin.

Ia pun menambahkan persoalan pengelolaan sampah di Mamuju Tengah ini, cukup aneh, karena di daerah lain, problemnya ketersediaan lahan, tapi di Mamuju Tengah punya lahan yang cukup luas untuk beberapa puluh tahun kedepan, namun masih cukup lambat dalam manajemen perbaikan pengelolaan sampah.

“Karenanya, tentu butuh dukungan pemerintah dan masyarakat yang setara besaranya, jika kondisinya seperti ini, agar problem yang sama ke depan tak berulang, sebab itu, harus berangkat dari kesiapan grand design, dan ini bisa dikerjasamakan dengan kampus kampus lokal” pungkas Harifuddin.

(Fhatur Anjasmara)

Bagikan