Mamuju, Katinting.com – Soal pungutan pada transaksi Qris di ritel usaha Toko Subur Union, yang melanggar aturan Bank Indonesia (BI) langsung mendapat klarifikasi dari pemilik usaha Toko Subur Union
Kepada laman ini, Owner dari ritel Toko Subur Union Jefri, mengemukakan bahwa ada mis komunikasi antara narasumber dengan kasir di Toko Subur Union, sebab pungutan pada transaksi non tunai melalui Qris di Toko Subur Union, sejak September lalu sudah ditiadakan.
“Jadi sejak September lalu kami sudah tiadakan, tentu ini dalam rangka mendukung program BI dalam hal pemanfaatan transaksi non tunai, jadi ini murni kekeliruan penjelasan kasir kami pada konsumen” terang Jefri.
Baca juga : Toko Subur Union Lakukan Pungutan Langgar Peraturan BI, Penggunaan Qris
Karenanya, Ia meminta maaf kapada konsumen atas ketidaknyamanan atas informasi yang disampaikan oleh kasirnya, di ritel usaha Toko Subur Union, sebab pungutan itu memang sudah tidak ada.
“Kami mohon permakluman atas ketidaknyaman para konsumen kami pengguna Qris, tapi kami memastikan sudah tidak ada tambahan pungutan pada transaksi penggunaan Qris di toko kami, pasca kami tiadakan sejak September lalu” beber Jefri.
Namun soal penerapan penggunaan Qris di Toko Subur Union, diakuinya itu adalah aturan internal, dalam rangka memudahkan bagian keuangan maupun kasirnya saat rekonsil pembayaran ke bank.
“Sebab kalau belanja hanya Rp.10 ribuan, dengan jumlah pengguna ratusan, tentu bagi kami, agak kewalahan ada proses rekonsil, belum lagi jika kemudian kondisi jaringan tidak stabil, nah ini bisa membuat antri di kasir, karenanya, kami buat aturan internal” jelas Jefri.
Tapi tentu aturan itu, bagian dari upaya menciptakan kenyamanan pelayanan di Toko Subur Union, agar konsumen tidak terlalu lama antri hanya karena proses rekonsil pembayaran ke bank sumber rekening yang digunakan oleh konsumen.
“Jadi kami jelaskan kembali, kalau yang belanja dibawah Rp.100 ribuan itu, hingga ratusan orang, tentu ini bisa memicu proses rekonsil yang lama, belum lagi kalau kemudian ada yang berupaya melakukan penipuan lewat Qris, nah ini makin membuat proses rekonsil ke bank makin lama, karenanya, kami terapkan nilai penggunaan Qris batasnya mulai Rp.100.000, demi kenyamanan konsumen saat antri” urai Jefri.
Terpisah, salah seorang pelaku usaha kelontong di Mamuju, Rismayanti, berharap kepada BI ada perbaikan system monitoring rekonsil pembayaran non tunai menggunakan Qris, sebab menurutnya, ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh penipuan pembayaran, hanya karena proses rekonsil ini terlalu memakan waktu.
Katanya, semestinya saat pembayaran Qris oleh konsumen, penyedia Qris ini bisa langsung mendapatkan notifikasi yang pasti, bahwa benar telah terjadi transaksi, tanpa dilakukan rekonsil ke Bank.
“Nah saya kira di sini pentingnya BI melakukan evaluasi terhadap system penggunaan Qris ini, agar kami penyedia Qris tidak perlu lagi rekonsil, sebab kami bisa langsung melihat notifikasi dilayar, masuknya pembayaran menggunakan Qris” pungkas Rismayanti. (Fhatur Anjasmara)