Ketua PMII Pasangkayu Ismail Saat Diskusi Publik Soal RUU Omnibus Law
Dialog yang dilaksanakan PMII di Warkop D’Japos. (Dok D’Japos)
banner 728x90

Pasangkayu, Katinting.com – Bekerjasama dengan PMII, Jaringan Gusdurian Pasangkayu, melakukan diskusi publik terkait rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law di Cafe D’japos, Pasangkayu, Sulawesi Barat, Sabtu, 29 Februari 2020.

Diskusi ini, menurut ketua Jaringan Gusdurian Pasangkayu, H Zaldi, sengaja diadakan agar bisa melihat dan menggali informasi hingga akar rumput terkait dinamika RUU ini.

Sebagai wadah, Jaringan Gusdurian Pasangkayu belum bisa mengambil sikap menerima atau menolak, sebab belum ada kordinasi dari pihak Jaringan Gusdurian pusat.

Namun, secara pribadi, ia berharap agar RUU ini tidak disahkan, karena dianggap mengacam berbagai kepentingan masyarakat umum.

Ismail, ketua PMII Pasangkayu menyatakan, pihaknya sangat menolak RUU ini khususnya terkait ketenagakerjaan.

Sebab, menurut mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Islam swasta di Pasangkayu ini, RUU ini berimplikasi buruk pada buruh dan keuntungan hanya pada pengusaha, lebih lagi asing.

Hadir sebagai pemateri, Herman Yunus (Komisi II DPRD Pasangkayu), Jamal La’bi (Asosiasi Buruh), dan pihak Nakertrans Pasangkayu serta Firmasyah (Praktisi Hukum).

Omnibus law atau undang-undang sapu jagat, merupakan rancangan beberapa undang-undang termasuk, undang-undang cipta kerja dan undang-undang pajak untuk meningkatkan investasi.

Gagasan ini muncul, untuk  memangkas atau menyederhanakan aturan dari ribuan pasal dari sejumlah undang-undang yang dianggap menghambat investasi.

Namun, belum juga disahkan di DPR, RUU ini sudah mendapat reaksi penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Karena, dalam RUU tersebut dinilai lebih menguntungkan investor dan merugikan para buruh. Selain itu, pembahasan RUU ini juga terkesan ditutup-tutupi sehingga menuai kontroversi di tengah masyarakat.

Selain buruh, reaksi keras juga datang dari kalangan pers. Sebab, RUU ini disinyalir diskriminatif. Sedikitnya, dua pasal terkait Undang-undang Pers yang diseret pada RUU ini, yakni modal asing dan ketentuan pidana. Oleh AJI, RUU ini dianggap cacat administrasi dan bertentangan dengan semangat demokrasi.

Pihak dinas Nakertrans Pasangkayu, Muhajir menjelaskan, pihaknya belum bisa memberikan gambaran secara rinci terkait RUU itu. Dia hanya membahas soal ketenagakerjaan secara khusus.

Ia mengakui, jika Omnibus Law yang masuk pada prolegnas di DPR RI belum populer di Indonesia. Namun secara historis, beberapa negara sudah menerapkan. Omnibus Law atau undang-undang cipta kerja ini digagas pemerintah.

Ketua Asosiasi Buruh Pasangkayu, Jamal La’bi, menjelaskan RUU ini belum urgen, sebab banyak buruh yang dirugikan karena tidak ada kepastian kerja, pendapatan dan jaminan sosial.

Di samping itu, ada potensi menghilangkan UMP dan UMK dan pesangon. Itu tidak sesuai Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Tambah Jamal, RUU ini juga berpotensi eksploitatif terhadap buruh lokal, dan kemudahan bagi naker asing, yang semestinya hanya mendapat pekerjaan tertentu. Sangsi pidana bagi pengusaha juga terancam hilang.

Menurut anggota DPRD Pasangkayu juga pegiat buruh, Herman Yunus, omnibus law tak ubahnya sebagai alat bagi pengusaha untuk menekan pemerintah agar hasyratnya tercapai dengan melakukan pengurangan buruh.

Ia berada di Komisi II DPRD Pasangkayu yang mewadahi soal tenaga kerja, sikap politiknya menolak keras ruu itu. Pasalnya kata Yunus, hanya menguntungkan investor nakal yang tidak memberikan ruang kepada anak bangsa.

Dia juga menduga, ada penumpang gelap pada pembahasan RUU ini, karena sejumlah pasal yang dianggap merugikan buruh lokal, karena diketersampingkan.

Praktisi hukum Firmansyah dari LBH Makassar, Sulawesi Selatan menguraikan tujuan RUU yang kontroversi itu yakni perampingan undang-undang yang tumpang tindih.

Omnibus Law seperti Ombudsman, menurutnya merupakan RUU kopi paste (tiruan) dari civil law (sistem hukum) yang berdasar pada yurisprudensi (putusan hakim) dari negara-negara yang eropa kontinental yang menganut sistem hukum Anglo Saxon (Common Law).

Lebih jauh, ia menjelaskan jika Omnibus Law ini merupakan satu produk undang-undang untuk semua. Dan, bila disahkan menjadi undang-undang, maka menjadi karpet merah bagi investor. (Arham Bustaman)

(Advertorial)

Bagikan

Comments are closed.