Katinting.com, Bontang – Anggota Komisi I DPRD Kota Bontang, Tri Ismawati, secara tegas menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang melegalkan praktik aborsi. Menurutnya, peraturan ini berpotensi memperburuk situasi bagi perempuan dan dapat memperbesar risiko kekerasan seksual.
Ia menyatakan keprihatinannya mengenai legalisasi aborsi, yang menurut PP ini, diperbolehkan dalam kasus tertentu seperti korban rudapaksa atau perkosaan. Pun kebijakan ini bisa menimbulkan dampak jangka panjang yang merugikan dari segi kesehatan dan sosial.
“Apapun alasannya saya tidak setuju dengan aturan pemerintah pusat ini,” tegasnya pada Senin (12/8/2024).
Menurut Tri, legalisasi aborsi dapat menambah risiko kesehatan bagi perempuan. Aborsi bukan hanya berisiko dalam jangka pendek tetapi juga dapat mengakibatkan dampak kesehatan yang serius dalam jangka panjang.
Ia menyebutkan, komplikasi medis sering terjadi sebagai akibat dari prosedur aborsi, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan reproduksi perempuan. Selain itu, PP ini bisa meningkatkan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan.
“Kemudahan akses terhadap aborsi bisa memberikan pelaku kekerasan seksual alasan untuk tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka,” ungkapnya.
Menurutnya, pelaku mungkin akan merasa bahwa mereka bisa menghindari konsekuensi dengan mengandalkan legalisasi aborsi. Tri juga menegaskan bahwa peraturan ini berpotensi menjadi celah bagi pelaku kekerasan untuk melanjutkan aksinya.
“Ketika aborsi diperbolehkan, hal ini bisa menjadi insentif bagi pelaku kekerasan seksual, karena mereka mungkin merasa tidak perlu menghadapi tanggung jawab,” ujarnya.
Lebih jauh, ia mengatakan kebijakan ini seakan memberikan solusi sementara tanpa menyelesaikan masalah utama, yaitu bagaimana melindungi perempuan dari kekerasan dan memberikan hukuman yang setimpal bagi pelakunya.
“Legalisasi aborsi dapat menambah kompleksitas masalah tanpa mengatasi akar penyebab kekerasan seksual,” sebutnya.
Merujuk dari itu, Tri Ismawati menekankan, baik pemerintah pusat atau pun pemerintah daerah tidak serta merta mengimplementasikan PP tersebut. Melainkan membuat peraturan tegas bagi pelaku, agar korban-korban rudapaksa mendapat keadilan.