Peringatan detik detik Trisuci Waisak 2565 BE tahun 2021 di Vihara Waeputeh, Kecamatan Topoyo, Mamuju Tengah, tampak puluhan umat Buddha sedang diam dan khusyuk mengikuti Upasaka Pujabakti. (Dok. Fhatur Anjasmara)
banner 728x90

Laporan : Fhatur Anjasmara di Topoyo

Untuk kali pertama, sejak penulis berada di Mamuju Tengah dari 8 tahun lalu, turun melakukan peliputan detik detik Trisuci Waisak yang dirayakan oleh umat Buddha di Mamuju Tengah, dan kali ini berkesempatan melakukan peliputan di Vihara Waeputeh, Kecamatan Topoyo, Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, dalam menyambut Trisuci Waisak 2565 BE tahun 2021 ini.

Awalnya penulis mengira detik detik Trisuci Waisak diselenggarakan Rabu pagi (26/05), tapi setelah penulis pagi kemarin mendatangi Vihara Jemaah Buddha yang terletak di Lorong Satu, Waeputeh, Kecamatan Topoyo, dari pengurus Vihara, bernama Sardi, mendapatkan info kalau detik detik Waisak 2565 BE , baru akan dilaksankan pada Rabu malam, yakni malam tadi, di Vihara itu.

Sehingga penulis, melakukan penyesuaianl ulang agenda liputan perayaan Waisak yang baru pertama kali penulis lakukan, di Mamuju Tengah, sejak penulis menetap di Bumi Lalla Tassisara dari Juni 2013 lalu.

Tak ingin tertinggal setiap momentum di perayaan Waisak kali ini, dari info yang penulis pedomani, jika pelaksanaan detik detik Trisuci Waisak 2565 BE, Rabu pagi kemarin,akan dimulai pukul 19.00, sehingga baru saja usai penulis melaksanakan Sholat Maghrib, penulis sudah berkemas kemas, memastikan tak ketinggalan bisa mencatat setiap momen pada detik detik Waisak, dan tepat pukul 18.25, penulis segera bergegas meninggalkan kediaman, menuju Vihara yang penulis sudah agendakan untuk disambangi.

Tepat pukul 18.45 penulis sudah tiba di Vihara, dan ternyata penulis terlambat beberapa menit, sebab para jemaah dengan menerapkan protokol kesehatan, sebab dilaksanakan masih dalam suasana Pandemi Covid-19, dihadiri kurang lebih 60 orang umat Buddha, juga tampak hadir Ketua Vihara Waeputeh, Siswowiono, sudah mulai melaksanakan Upasaka Pujabakti yang dipimpin oleh Ngabedi, dari pukul 18.30.

Baru saja penulis memasuki halaman Vihara satu satunya di Kecamatan Topoyo ini, telinga penulis sudah di sapa oleh lantunan ucapan doa doa, dari rangkaian acara detik detik Waisak 2565 BE, sehingga suasana religi sangat terasa diarea halaman Vihara, dari luar tampak penulis menyaksikan para jemaah duduk bersimpuh mengikuti persembahyangan mereka yang dalam keyakinan umat Buddha disebut Upasaka Pujabakti.

Upasaka Pujabakti ini adalah proses detik detik Waisak, yang diisi dengan renungan, tentu pelaksanaan Upasaka Pujabakti ini, para umat dalam suasana diam dan khyusuk, mendengarkan lantunan ayat dari Kitab Buddha, mulai dari puja puja kepada Tuhan, hingga permohonan ampun atas segala keburukan yang dilakukannya selama ini baik disengaja maupun karena khilafan.

Renungan ini, berlansung kurang lebih satu jam lamanya, sebab pembacaan ayat yang disampaikan dalam Upasaka Pujabakti ini, dari Kitab Buddha, dilakukan dua versi, setiap ayat yang menggunakan bahasa sangsekerta, diterjemahkan lansung kedalam bahasa Indonesia, sehingga memang cukup menghabiskan waktu yang cukup panjang, tapi meskipun waktu yang dihabiskan cukup panjang, tak membuat para jemaah bergeming dari posisinya masing masing.

Melihat jemaah pada Upasaka Pujabakti ini, yang diam dan khusyuk, menjadikan suasana begitu terasa sakralnya, puja puja Buddha yang terlantun dalam dua bahasa, tak menghalangi terbentuknya nuangsa spritualitas yang luar biasa di Vihara malam tadi, seolah beranjak menghadirkan kesadaran bathin bagi para umat Buddha.

Penulis menangkap dibeberapa raut wajah umat Buddha malam tadi, kesedihan sedang menjalarinya, sehingga penulis berasumsi itu mungkin terjadi, karena kesempatan perayaan detik detik Waisak kali ini, mereka bisa laksanakan secara tatap muka, meski dalam penerapan protokol kesehatan yang cukup ketat, dimana tahun sebelumnya, semua umat tak bisa merayakan puncak perayaan keagamaan mereka secara tatap muka, mereka sedih, karena Pandemi Covid-19, telah merampas ruang ibadah mereka secara leluasa, sehingga ruang untuk mengaktualisasi keyakinan mereka terasa sempit oleh Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai.

Usai renungan dengan mendengarkan ayat dari Kitab Buddha, Upasaka Pujabakti dilanjutkan dengan Dhama Buddha, yang dibawakan oleh salah seorang Biksu, Bante Silaratano, dari Vihara Sasanadipa lansung via zoom dari Makassar. Dhama Buddha ini adalah tempat bagi Pandita, atau dalam keyakinan yang penulis anut, disebut khotbah, tempat para Pandita Buddha menyampaikan intisari dari kegiatan berupa pesan Waisak.

Pesan Waisak 2565 BE tahun 2021, lewat Dhama Buddha oleh Bante Silaratano, mengupas soal kehidupan sosial umat Buddha saat ini, dimana disekelilingnya diwarnai peradaban sosial seperti prasangka buruk, Pandemi Covid-19, kebencian pada minoritas, maupun kebencian pada diri sendiri, tentu ini bukan hidup seorang Buddha.

Ia menuturkan kalau kebencian itu muncul karena ada asal usulnya, yakni karena bathin kita yang tertutup, sehingga kita tak jarang menjumpai bahkan pada diri kita sendiri, sebuah sikap, menunjukan kebencian dan ketidaksukaan berlebihan pada sesuatu hal, misalnya ketika kita sudah tak menyukai suatu hal, maka sepanjang waktu kita akan menujukan ketidaksukaan kita pada sesuatu itu. Apapun kemudian alasan yang datang, meski alasan itu benar dan logis, karena kita dari awal sudah tak suka, maka terus menerus kita tak suka.
“Tentu kebencian ini, hanya akan hilang, ketika kita kembali kejalan Buddha dengan merenung, agar bathin kita yang sakit, bisa sembuh kembali. Apa yang terjadi diluar dari diri kita, tentu tidaklah sama dengan apa yang kita pikirkan, tapi dengan apa yang kita pikirkan dilakukan, maka akan menjadikan kita lebih baik” tutur Bante.

Dalam pandangannya, bahwa dimana pun kita hidup, kita akan selalu berhadapan dengan masalah sosial, sebab itu, dengan apa yang kita miliki saat ini, Buddha mengajarkan pada kita untuk mensyukurinya.
“Dengan mensyukuri apa yang kita miliki saat ini, membantu kita mampu menjalani kehidupan yang tenang, dalam tuntunan Buddha, dimana seperti itulah kehidupan sosial yang kita hadapi, dan hanya dengan bersyukur kita bisa melewati dengan bahagia” jelas Bante.

Karenanya dikesempatan detik detik peringatan Trisuci Waisak 2565 BE ini, Ia menyampaikan kepada jemaah yang hadir pada peringatan detik detik Waisak malam tadi, kiranya, mari kembali kejalan Buddha, salah satunya dengan meditasi.
“Sebab dengan meditasi yang banyak, maka tentu akan membuat bathin kita semakin tenang, tapi jangan kemudian baru meditasi dua menit hingga lima menit, tiba tiba jenuh, sebab itu mari terus menerus melatih diri kita melakukan meditasi, dengan baik, agar kita bisa menemukan ketenangan bathin sebagaimana jalan Buddha” ujar Bante.

Sebagai penutup Dhama Buddha, Ia berharap dengan peringatan dan perayaan Waisak yang berlansung dalam suasana Pandemi Covid-19, bisa menjadi sarana meningkatkan kepekaan kebathinan umat, terus menerus menebar cinta dan kasih kepada sesama.
“Dimanapun kemudian keberadaan kita sebagai Buddha, disitulah kemudian kita menebarkan semangat Cinta dan Kasih, yang dapat membawa manfaat bagi kehidupan kita sehari hari, sehingga kebahagian menjadi milik kita” tutup Bante.

Dan setelah semalam peringatan detik detik Waisak 2565 BE lewat upasaka pujabakti, Kamis (27/05) pagi ini, umat Buddha kurang lebih 24 kepala keluarga, atau tidak kurang dari 70 jiwa, yang mukim di Desa Waeputeh, Kecamatan Topoyo, pukul 08.30 kembali ke Vihara mereka, merayakan Waisak 2565 BE, rangkaian perayaan pagi ini, adalah berupa berdoa beberapa saat lalu menggelar perayaan seperti perayaan Idhul Fitri pasca sholat Led, bagi umat Muslim, umat Buddha juga akan saling berkunjung satu dengan lainnya bersilaturrahmi, menyiapkan menu hidangan yang enak, karena saat ini sedang Pandemi Covid-19, maka saling berkunjungnya digantikan dengan saling sapa secara virtual.

Selamat Hari Raya Trisuci Waisak 2565 BE, Sabbe Sata Bhawantu Sukhitatta “Semoga Seluruh Mahluk Hidup Berbahagia”. (**)

Bagikan