Pj Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin, saat berbincang dengan sejumlah masyarakat. (dok Ist)
banner 728x90

Mamuju, Katinting.com – Program Pj Gubernur Sulbar di masa Bahtiar Baharuddin, menjadi sorotan akademisi dari Universitas Muhammadiyah Mamuju, apakah kemudian program itu, bisa jadi solusi, tekan kemiskinan ekstrem ?

Sorotan disampaikan oleh salah seorang dosen pengajar di Unimaju, Jefriansyah DSA, mengingat dalam tiga bulan terakhir ia melihat geliat dari Pj Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin, dalam mendorong sektor kerakyatan, mulai dari pertanian, perkebunan, peternakan hingga perikanan.

Menurutnya, kemiskinan ekstrem yang masih tinggi di Sulbar tentu menjadi perhatian Bersama dalam upaya menurunkan angkanya, mengingat Sulbar secara nasional berada diatas angka rata rata kemiskinan esktrem ini.

“Sehingga saya melihat program Pj Gubernur ini, dalam beberapa bulan, bisa menjadi solusi menekan kemiskinan ekstrem, sehingga daya beli masyarakat Kembali tinggai, karena pendapatan mereka dari program kerakyatan ini juga berhasil” urai Jefriansyah.

Hanya saja kemudian, semisal hasil produksi pisang Cavendis, tentu bukan hanya menyeru petani menanam, tapi ada ekosistem produksi hingga pasar yang jelas.

“Nah kalua ekosistemnya jelas, hingga marketnya juga jelas, saya kira ini bisa meningkatkan daya beli masyarakat, karena mereka mendapatkan hasil dari pertanian pisang Cavendis ini” beber Jefriansyah.

Katanya, Inflasi sekalipun terkendali, tapi tidak berarti tidak terjadi kenaikan harga, sekalipun kenaikannya, berbilang rendah dari provinsi lain, namun kenaikannya, tidak bareng dengan naiknya daya beli masyarakat.

“Karena pendapatan mereka juga tidak mengalami kenaikan, maka tentu sekalipun inflasi terkendali, tapi daya beli masyarakan tidak mengalami kenaikan, ya tetap tidak memberikan nilai plus buat masyarakat” kata Jefriansyah.

Variabel lain juga yang tidak kalah pentingnya, adalah masih tingginya angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) year to year, versi data BPS, sekalipun tidak mengalami kenaikan signifikan.

“Namun jika dibandingkan dengan Februari 2024 menurun 0,65 persen year to year. Tapi jika membandingkan TPT Agustus 2023 dengan TPT Februari 2024 mengalami kenaikan dari 2,27 persen menjadi 3,02 persen pada Februari 2024.” ungkap Jerfriansyah.

Daya beli masyarakat juga bisa ditakar dan dilihat melalui nilai tukar nelayan (NTN), yaitu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan tukar ikan hasil tangkapan terhadap barang/jasa yang diperlukan untuk kebutuhan produksi maupun kebutuhan konsumsi rumah tangga.

“Melihat enam bulan kebelakang, NTN Sulbar masih dibawah 100, ini menunjukkan bahwa indeks harga yang diterima oleh nelayan hanya cukup untuk membiayai produksi dan penambahan barang modal, tapi tidak untuk kebutuhan jangka Panjang mereka” jelas Jefriansyah.

Belum kemudian faktor lain, yakni kepatuhan pada penggajian berdasarkan upah minimum provinsi (UMP), jauh dibawah seharusnya.

“Sehingga penghasilannya tidak cukup memadai.Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita di Sulbar masih dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP),” ucap Jefri.

Olehnya dibutuhkan intervensi serius dari pemerintah, dalam setiap program yang mereka telorkan, dan Pj Gubernur Sulbar, dapat melakukan itu, mulai dari intervensi penyediaan bibit, hingga tanam dan market.

“Ini juga sebagai antisipasi pedagang besar tidak seenaknya memasang harga jauh dari layaknya PDRB Sulbar, dan semua itu mesti dilakukan intervensi” pungkas Jefriansyah. (**/Fhatur Anjasmara)

Bagikan