banner 728x90

Mamuju, Katinting.com – Anggota DPR RI, Hinca Panjaitan menyinggung Kejaksaan Negeri (Kejari) Mamuju, saat rapat kerja komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung RI.

Tersebut, terkait dugaan kasus korupsi yang mentersangkakan anggota DPRD Sulawesi Barat (Sulbar) yang menang di tingkat Praperadilan. Setelah itu, beberapa saat kemudian kembali mentersangkakannya.

Pada Raker dengan Jaksa Agung RI, Rabu 23 November 2022, Anggota DPR RI dari Dapil Sumatera Utara III ini meminta, agar kualitas pemahaman para jaksa di level bahwa harus menjadi perhatian.

Tonton videonya disini.

Hinca menyebutkan, mengenai sumber daya manusia, kaitannya dengan kualitas para jaksa, khususnya pemahaman tentang mentersangkakan perkara yang sudah kalah di praperadilan.

Misalnya praperadilan kalah, langsung di hari itu juga di tsk (tersangka) kan gitu. Kesan yang muncul dari persoalan tersebut, adalah para jaksa tidak siap dengan soal-soal seperti ini. Tutur Hinca.

“Misalnya kasus Kejari Mamuju, anggota DPRD-nya bicara di ruang sidang ditersangkakan, dan kemudian diprapidkan, menang, dan ditersangkakan lagi. Ini menjadi perhatian kita ke depan,” ucap Hinca di depan Jaksa Agung saat Raker di Gedung DPR RI.

Sementara itu, Nasrun Natsir, (22/11), pengacara Sukri yang memenangkan praperadilan di PN Mamuju mempertanyakan keputusan Kejari Mamuju yang kembali menetapkan kliennya tersangka pasca menang praperadilan. Itu dianggap hal yang tidak mendasar.

Ketua Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) Sulbar ini, mempertanyakan langkah penyidik yang menurut dia keliru karena bertentangan dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 039/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.

“Jika pihak kejaksaan benar kembali menersangkakan Sukri maka kami meyakini hal tersebut adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum,” ucapnya.

Dia menerangkan, berdasarkan keputusan majelis hakim pengadilan negeri Mamuju menyebutkan, semua surat penetapan yang berkaitan dengan penetapan tersangka kliennya dinyatakan tidak sah.

Sehingga kata dia, penyidik seharusnya melakukan kembali penyidikan ulang sesuai aturan KUHAP.p

“Pihak kejaksaan seharusnya melengkapi kembali semua dokumen-dokumen untuk mensyaratkan penetapan klien kami menjadi tersangka dan itu tidak mungkin dilakukan dalam waktu hitungan jam saja,” jelasnya.

Pengacara lainnya, Dedi Bendor juga mempertanyakan, pernyataan Kejari Mamuju terkait adanya perbedaan persepi antara pengadilan dan kejakasaan sehingga permohonan itu dikabulkan itu hal yang keliru.

“Perbedaan persepsi apa yang dimaksud oleh kejaksaan?” kata Dedi.

Lanjut kata Dedi, kami kemarin telah menguji alat bukti mereka dan pengadilan telah memutuskan penetapan tersangka klien kami itu tidak memenuhi dua alat bukti yang sah, sebutnya (22/11).

Sehingga sah atau tidaknya penetapan tersangka bukan untuk menyamakan persepsi. Sambung Dedi, dengan penetapan tersangka terhadap kliennya itu dianggap hal yang melanggar hukum.

 (*)

Bagikan