Irfan (kedua dari kiri) juru bicara koalisi Masyarakat Sipil saat melakukan konferensi pers (18/3). (Dok. Rif)
banner 728x90

Mamuju, Katinting.com – Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Sulbar berharap tidak pemotongan bantuan stimulan bagi warga yang juga menerima bantuan dari NGO.

Hal itu menanggapi, terkait isu pemotongan 8 juta bagi warga penerima bantuan stimulan yang juga menerima bantuan dari NGO (Non-Governmental Organization) atau yang umum disebut sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi nirlaba.

Juru bicara KMS Sulbar, Muh. Irfan berharap itu tidak lakukan karena bantuan dari NGO itu bantuan yang berbeda, karena mereka punya assesment sendiri pasca bencana kemarin.

“Harusnya itu tidak ada pemotongan, apalagi waktu itu BPBD lambat dalam proses penyaluran dana stimulan yang sudah lama ditunggu sama masyarakat. Sehingga kami menilai sangat jelas sekali perbedaan bantuan yang bersumber dari negara (APBD/APBD) dengan bantuan yang bersumber dari NGO/relawan, jadi sangat bertentangan jika hal itu yang dijadikan alasan dalam pemotongan,” ungkap Irfan.

Kami dari KMS juga sudah meminta juknis dan juklak kepada BPBD terkait penyaluran dana stimulan, namun sampai hari ini pun kami belum diberikan.

Selain itu, Dana Tunggu Hunian (DTH) itu harusnya tahun kemarin sudah selesai selama 6 bulan tapi sampai hari ini belum juga selesai, baru 3 bulan yang dicairkan. Padahal persoalan ini seharusnya untuk waktu masa tanggap darurat. Olehnya, kami mendesak agar segera diselesaikan untuk korban rumah rusak berat.

KMS Sulbar juga mempertanyakan bantuan rakyat Indonesia yang dialokasikan ke OPD Pemprov Sulbar seperti Dinas Perkim 3 miliar, Biro Kesra 900 juta, dan Dinsos 350 juta.

“Sampai hari ini publik tidak tau bagaimana realisasi nyata bantuan dari luar untuk gempa Sulbar yang masuk melalui daerah, karena sama sekali tidak ada rincian publikasinya. Padahal kita tahu dana itu itu bukan bersumber dari APBD, tapi itu dari bantuan rakyat seluruh Indonesia yang disumbangkan untuk para korban gempa bumi Sulbar,” ungkap Irfan.

Ia juga berharap, adanya kurikulum mitigasi bencana, bahkan sampai ada Perda khusus untuk itu. “Mengingat sudah setahun kita mengalami musibah bencana gempa bumi, jadi sudah seharusnya kurikulum mitigasi bencana itu diprioritaskan oleh Pemprov Sulbar agar kelak jika peristiwa yang tidak diminta-minta seperti kemarin terjadi lagi pemerintah tidak lagi kalang kabut dalam melakukan penanggulangan bencana”.

Disisi lain kami dari KMS bersama beberapa forum penyintas diberbagai daerah juga mendesak agar segera mempercepat proses penyaluran dana stimulan tahap ke 2.

Sesuai hasil kesepakatan RDP kemarin bersama OPD terkait, bahwa ditahun 2021 kemarin penyaluran dana stimulan tahap 1 itu ditarget bisa selesai, dan di tahun 2022 ini untuk tahap ke 2 sudah akan disalurkan dana stimulannya. Dan pernyataan itu masih terawat dengan baik ditelinga berbagai masyarakat yg tergabung dalam forum penyintas diberbagai daerah, ucapnya.

“Tentu hal ini yang paling meresahkan masyarakat, masalahnya adalah karena mereka masih menunggu dan berharap sampai hari ini, jangan sampai justru menimbulkan kecemburuan sosial yang bisa saja berujung pada konflik sosial ditengah masyarakat karena tidak meratanya bantuan,” jelasnya.

Jikalau tidak diindahkan kami KMS bersama masyarakat yang tergabung dibeberapa forum penyintas jelasnya akan melakukan aksi besar besaranbesaran, imbuhnya.

(Rls)

Bagikan
Deskripsi gambar...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here