Ilustrasi penolakan tambang. (Ai)
banner 728x90

Mamuju, Katinting.com – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Barat (Sulbar) menyampaikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan rencana untuk membuka lelang ulang delapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dan batu bara.

BACA JUGA: Pansus Revisi RTRW dan RZWP3K Dorong Pemkab di Sulbar Aktif dalam Pengumpulan Data Lahan

Blok-blok tambang yang akan dilelang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, termasuk:

  1. Blok Lolayan di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara (emas)
  2. Blok Taludaa di Bone Bolango, Gorontalo (tembaga)
  3. Blok Pasiang di Polewali Mandar, Sulawesi Barat (galena)
  4. Blok Pumlanga di Halmahera Timur, Maluku Utara (nikel)
  5. Blok Ulu Rawas di Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan (bijih besi)
  6. Blok Bayung Lencir di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (batu bara)
  7. Blok Tumbang Nusa di Kapuas, Kalimantan Timur (batu bara)
  8. Blok Natai Baru di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (batu bara)

Namun, rencana ini menuai kritik tajam dari WALHI Sulawesi Barat (Sulbar). Sebagai organisasi masyarakat sipil yang fokus pada isu lingkungan,

WALHI Sulbar bersama kelompok masyarakat lainnya menentang keras lelang ini, terutama untuk Blok Pasiang di Polewali Mandar, yang merupakan wilayah kerja mereka.

Dalam rilisnya, Asnawi, ketua WALHI Sulbar menjelaskan terkait dampak lingkungan yang mengkhawatirkan, aktivitas pertambangan mineral logam dan batu bara dikenal sebagai salah satu industri yang paling merusak lingkungan. Dampaknya, mulai dari kerusakan hutan hingga polusi air dan udara, bisa bertahan sangat lama. Dalam era kesadaran lingkungan yang semakin meningkat, mengabaikan aspek ini sama sekali tidak bisa diterima.

Selain itu disampaikan, dampak sosial yang signifikan, karena banyak wilayah di sekitar lokasi tambang adalah tempat tinggal masyarakat dan komunitas lokal. Pengalaman menunjukkan bahwa aktivitas tambang seringkali memicu konflik sosial, membatasi akses terhadap sumber daya tradisional, dan bahkan menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia. Masyarakat yang paling terdampak sering kali tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan seperti ini.

Lebih lanjut disampaikan Walhi Sulbar, keraguan atas transparansi dan akuntabilitas, meski pemerintah menyatakan bahwa lelang akan dilakukan secara terbuka melalui aplikasi khusus dan situs web resmi, ada kekhawatiran tentang keadilan dalam proses tersebut. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa proses lelang sering dipengaruhi oleh kepentingan politik dan korporat, menyisakan sedikit ruang bagi pihak kecil dan masyarakat umum untuk bersaing secara adil.

WALHI Sulbar menegaskan bahwa penolakan mereka terhadap rencana lelang ulang WIUP mineral logam dan batu bara bukan tanpa dasar. Mereka memiliki kekhawatiran yang kuat mengenai dampak lingkungan dan sosial yang mungkin ditimbulkan, serta keraguan atas transparansi dan keadilan dalam proses tersebut. Oleh karena itu, WALHI Sulbar mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan ulang keputusan ini dan lebih mendengarkan suara masyarakat yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut. (Rls)

Bagikan

Comments are closed.