Oleh: **Irfan (Pimpinan Kota Mamuju)

Sulawesi Barat (Sulbar) dikenal sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari pertambangan bebatuan, pesisir, emas, logam tanah jarang, hingga energi terbarukan.
Namun, kekayaan ini tidak serta merta menjadi berkah jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan kepentingan masyarakat serta lingkungan.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Pemprov Sulbar) sebaiknya tidak terburu-buru memberikan rekomendasi pengusulan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan yang mungkin timbul.
Potensi Sumber Daya Alam dan Konflik yang Terjadi
Sulawesi Barat memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti pasir di sepanjang pesisir, bebatuan di Kalukku dan Tappalang Barat, batu bara di Bonehau, serta emas, tembaga, mangan, dan logam tanah jarang di berbagai wilayah. Selain itu, potensi energi terbarukan juga mulai dilirik, seperti yang terlihat dari workshop energi terbarukan yang baru-baru ini digelar di Pulau Karampuang dengan melibatkan ahli dari Australia.
Namun, kekayaan alam ini seringkali memicu konflik antara masyarakat dan perusahaan tambang. Beberapa kasus penolakan tambang pasir terjadi di Kabupaten Mamuju, seperti di Desa Beru-Beru dan Kalukku Barat (Kecamatan Kalukku), Desa Sampaga (Kecamatan Sampaga), serta Desa Budong-Budong dan Karossaa (Mamuju Tengah).
Di Pasangkayu, warga Desa Sarasa juga menolak kehadiran tambang pasir. Belum lama ini, warga Lingkungan Binanga di Kabupaten Majene bahkan melakukan demonstrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar terkait sengketa tanah.
Perlunya Keadilan Lingkungan dan Partisipasi Masyarakat
Penolakan masyarakat terhadap investasi pertambangan bukan tanpa alasan. Proyek pertambangan seringkali menimbulkan dampak negatif, seperti polusi, kerusakan lingkungan, pencemaran sumber air bersih, dan ancaman terhadap ruang hidup masyarakat lokal. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa prinsip keadilan lingkungan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, benar-benar diterapkan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memberikan rekomendasi WIUP antara lain:
- Partisipasi Masyarakat: Masyarakat terdampak harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Tanpa partisipasi mereka, program pertambangan berisiko menimbulkan ketidakadilan dan konflik sosial.
- Keadilan Prosedural: Pengambilan keputusan harus transparan dan melibatkan semua elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan pemerhati lingkungan.
- Pembangunan Berkelanjutan: Pembangunan harus memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan generasi mendatang, dengan menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Tantangan bagi Pemerintah Sulbar
Gubernur Sulbar yang akan dilantik Maret mendatang memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola sumber daya alam secara bijak.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
- Membuka ruang dialog dengan masyarakat, mahasiswa, dan pemerhati lingkungan.
- Mendorong pembuatan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pertambangan dan energi.
- Memastikan setiap proyek pertambangan mematuhi prinsip pembangunan berkelanjutan dan tidak merugikan masyarakat lokal.
Potensi Tambang Logam Tanah Jarang dan Energi Terbarukan
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengusulkan dua blok tambang logam tanah jarang di Sulbar, yaitu Blok Takandeang (3.740 hektare) dan Blok Botteng (3.715 hektare). Selain itu, potensi emas di Mamuju, Mamasa, dan Polewali Mandar, serta batu bara dan batuan andesit, juga menjadi perhatian investor.
Sementara itu, potensi energi terbarukan di Sulbar terus dikembangkan. Data Dewan Energi Nasional tahun 2022 menunjukkan bahwa bauran energi terbarukan di Sulbar mencapai 23,61%. Workshop energi terbarukan di Pulau Karampuang menjadi bukti komitmen pemerintah untuk memanfaatkan potensi ini.
Peringatan untuk Pemerintah
Pemerintah harus belajar dari konflik-konflik yang terjadi akibat pengabaian terhadap kepentingan masyarakat. Jika masyarakat terus diabaikan, bukan tidak mungkin mereka akan terusir dari wilayahnya sendiri, sementara sumber daya alam dieksploitasi habis-harian.
Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa setiap kebijakan pertambangan dan energi dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan memprioritaskan keadilan sosial serta kelestarian lingkungan.
Kekayaan sumber daya alam Sulawesi Barat adalah anugerah yang harus dikelola dengan bijak. Pemerintah harus memastikan bahwa pembangunan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga membawa kesejahteraan bagi masyarakat lokal dan menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.
Mendidik rakyat dengan pergerakan, Mendidik penguasa dengan perlawanan, Menolak tunduk, menuntut tanggung jawab.**

