Foto Asri Anas saat di Senayan. (Ist.)

Oleh : *Yusran Darmawan

banner 728x90

Setiap masa selalu melahirkan sejarahnya. Dan di setiap tahapan sejarah, selalu ada kisah tentang orang-orang besar. Jika ditanya siapa tokoh muda Sulbar yang menorehkan sejarah bagus di tingkat nasional, saya tak ragu menyebut nama Asri Anas.

Di tahun 2014, namanya sudah mulai dibahas para politisi Jakarta ketika bisa menembus DPD di usia 34 tahun. Dia disejajarkan dengan sejumlah tokoh yang bersinar di bawah usia 35 tahun.

Dia tak sekadar tembus Senayan. Dia pun menunjukkan kualitas yang hebat sebagai seorang senator. Dia tidak mengandalkan trah atau nama besar keluarga. Dia orisinil, dengan membawa namanya sendiri. Dia membuat sejarahnya sendiri.

Pada sosok Asri Anas, saya teringat kisah-kisah tentang para pendiri bangsa ini. Dia punya kualitas kepemimpinan, sekaligus kecendekiaan yang baik.

Datang dari keluarga petani dan mantan kepala desa di Tapango, Polewali Mandar, Asri menempuh pendidikan di Fakultas Sastra, Unhas. Dia menempati semua posisi penting di organisasi kemahasiswaan. Mulai dari ketua HMI, hingga Ketua Senat Mahasiswa.

Saya masih ingat masa-masa itu. Tahun 1997-1998, Asri kerap memimpin demonstrasi mahasiswa. Dia punya retorika hebat, serta kemampuan berbicara sebagaimana para orator besar. Dia juga punya nyali yang kuat. Dia ikut menumbangkan rezim Soeharto.

Keluar dari kampus dengan sejarah hebat sebagai aktivis dan pemimpin mahasiswa, tidak lantas membuatnya terlena. Dia masuk ke dunia bisnis, kemudian kembali ke kampung halaman, demi membangun kekuatan politik.

Dia tak butuh lama, sebab beberapa tahun berikutnya, dia terpilih sebagai wakil Sulbar di DPD RI. Tentu saja, dirinya segera terkenal di DPD RI. Dia pun sering dipanggil Presiden SBY dalam berbagai kunjungan resmi ke berbagai negara.

Sayangnya, dia berada di lembaga DPD yang tidak punya power kuat dalam sistem kenegaraan kita. Dia tidak bisa leluasa bergerak sebab harus terbelenggu sistem. Ketika mendengar dirinya bersiap untuk maju ke DPR RI, saya melihat satu harapan baru.

Dirinya akan berbuat lebih banyak. Dirinya akan menjadi matahari terang di parlemen. Dirinya akan membawa warna baru sebagai bagian dari barisan orang kritis yang akan membuat kualitas parlemen kita lebih baik.

Tapi, apakah dia bisa tetap kritis saat berada dalam dinamika dan tarik-menarik kekuasaan? Saya optimis dia akan bisa. Dia akan menorehkan sejarahnya yang baru di parlemen. Saya percaya itu.

*Penulis adalah alumnus Ohio University at Athens, Amerika Serikat. Kini menetap di Bogor, Jawa Barat

Bagikan