banner 728x90

Mamasa, Katinting.com – Kabupaten Mamasa, dengan kekayaan budaya yang tak kalah dari daerah lain, menjadi sorotan melalui Dialog Kebudayaan yang mempertemukan tiga pasangan calon kepala daerah. Salah satu aspek budaya yang tetap terjaga hingga kini adalah kepercayaan Ada’ Mappurondo, yang diakui sebagai salah satu kekayaan tradisi dan kepercayaan lokal di Kabupaten Mamasa.

Dialog yang digelar di Hotel Sajojo Mamasa ini diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), bekerja sama dengan Kemitraan – The Partnership, serta lembaga Paham. Acara ini mengangkat tema “Pemenuhan Hak-hak dan Layanan Dasar Penghayat Kepercayaan Ada’ Mappurondo dan Masyarakat Adat.”

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dialog ini membahas bagaimana kebudayaan, adat-istiadat, dan kepercayaan dapat dilindungi serta dijadikan sebagai dasar pembangunan daerah. Dalam dialog ini, ketiga pasangan calon kepala daerah Kabupaten Mamasa menyatakan kesediaan mereka untuk hadir sebagai narasumber, bersama dengan perwakilan dari Kemitraan dan Ketua Umum penghayat kepercayaan Ada’ Mappurondo.

Pemajuan kebudayaan bukan hanya soal pelestarian, tetapi juga integrasi nilai-nilai budaya dalam pembangunan. Hal ini meliputi inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, hingga penyelamatan kekayaan budaya. Para calon kepala daerah diharapkan dapat menyusun kebijakan yang menjadikan kebudayaan sebagai pondasi pembangunan yang berkelanjutan.

Pembangunan daerah berbasis budaya tidak hanya bertujuan untuk menjaga identitas lokal, tetapi juga meningkatkan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi masyarakat. Kebudayaan yang melekat pada sistem sosial dan ekonomi suatu daerah dianggap mampu menjadi modal dalam menciptakan pemerintahan yang inklusif dan akuntabel.

Dalam dialog ini, ditekankan pentingnya melibatkan masyarakat adat dan penghayat kepercayaan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Masyarakat adat berperan sebagai aktor pengontrol yang menjaga agar pembangunan tetap sesuai dengan nilai-nilai budaya setempat.

Generasi muda juga diharapkan menjadi garda terdepan dalam melestarikan budaya dan adat istiadat. Melalui pemajuan budaya, masyarakat dapat semakin percaya diri dengan tradisi mereka, sehingga pembangunan tidak hanya berfokus pada aspek politik, tetapi juga pada aspek sosial dan budaya.

Para narasumber juga membahas pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pegiat kebudayaan dalam proses pendampingan masyarakat adat. Model pendampingan yang dilakukan oleh para aktivis adat dan budaya di Indonesia terbukti berhasil menjembatani advokasi hak-hak masyarakat adat, khususnya dalam menghadapi berbagai tantangan sosial dan ekonomi.

Dengan diadakannya dialog ini, harapan besar tertuju pada para calon kepala daerah Kabupaten Mamasa untuk menunjukkan keberpihakan mereka terhadap masyarakat adat dan kebudayaan. Kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan diharapkan mampu menjaga keberlanjutan sumber daya alam, serta memastikan bahwa masyarakat adat dan penghayat kepercayaan dapat hidup dengan martabat di tanah mereka sendiri.

Peserta dialog ini dibatasi hanya 100 orang, yang terdiri dari perwakilan organisasi kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, masyarakat adat, penghayat kepercayaan, NGO, pers, partai politik, serta mahasiswa. (Adve)

Bagikan