Anhar

Jangan heran, jika dalam sebuah kemenangan ada yang menikmati dan ada juga yang tersisih.

banner 728x90

Bahkan tidak semua yang berjuang akan menikmati, juga bisa jadi, yang menikmati adalah mereka yang tidak ikut berjuang.

Terus, mereka yang tersisih bukan tidak mungkin adalah yang ikut berjuang, tapi mungkin tidak tampak bersama-sama dalam sebuah langkah perjuangan, memilih untuk melakukan dari desa yang jauh, dengan cara yang lebih elegan bersama massa rakyat melakukan perjuangan, jauh dari sorot mata-mata kamera, sepi dari jaringan telekomukasi, jauh dari hiruk pikuk media sosial seperti facebook, twitter, blackberry messenger (BBM), instagram, apalagi akan tayang di televisi, terdengar radio, dibaca di majalah, tabloid ataupun koran-koran.

Bisa jadi mereka yang tidak sempat dihitung, perjuangannya lebih nyata. Sebab tidak memiliki tabiat pasang wajah ”jual muka” depan kandidat untuk sekedar diketahui ”ikut-ikutan” berjuang menikmati buah dari ”pemenang”.

Dalam prosesnya, Pilkada tidak sedikit menampilkan sosok anak muda yang berjuang paling depan untuk sebuah kemenangan atas jagoannya, bahkan mendapat mimbar tersendiri dalam sebuah panggung berdemokrasi.

Merebut ataupun menggunakan setiap kesempatan untuk menyusun langkah dan strategi agar mendapat kepercayaan dalam sebuah ”tim sukses”.

Sehingga harapan pun terpatri pada semangat pemuda untuk mengantarkan sebuah perubahan besar dalam berdemokrasi ditingkat lokal, sebab sejarah telah mencatat geliat pemuda telah banyak membawa perubahan terhadap bangsa dan Negara.

Maka tidak ada salahnya jika posisi pemuda mendapat tempat terhormat untuk mengantarkan pembangunan daerah kearah yang lebih baik. Bukan pemuda yang menjadi kepentingan kelompok tua yang disebut-sebut hanya mempertahankan kuasa dan perintah.

Kini, proses pemilihan kepala daerah serentak telah berlalu di 4 kabupaten di Sulawesi Barat yakni Kabupaten Mamuju, Majene, Mamuju Tengah dan Mamuju Utara, sisa menunggu perhitungan riil dari KPU, selanjutnya di tetapkan dan dilantik, jika tidak ada aral.

Namun demikian hasil perhitungan cepat masing-masing kandidat telah menunjukkan pemenang perolehan suara, yang disambut suka ria oleh seluruh pendukungnya. Dan tidak sedikit pula yang merasa kecewa serta bersedih.

Namun, jauh dari semua itu sikap kenegarawan pula, telah ditunjukkan oleh beberapa kandidat yang perolehan suaranya kalah banyak, dan meminta seluruh pendukungnya untuk menerima hasil Pilkada dan tetap menahan diri serta menghargai proses politik yang ada.

Meski, juga ada yang melakukan upaya-upaya lain yang merasa belum puas dengan tahapan ataupun hasil Pilkada.

Sudah terhitung berjalan 7 bulan sejak dimulainya tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati dan wakil bupati, yakni bulan Juni hingga saat ini, menjadi titik awal dalam mencari dan memilih orang nomor wahid tingkat kabupaten, kemudian diantara pendukung tidak sedikit saling silang pendapat, bahkan meretas tali silaturahmi karena beda pilihan.

Kini memasuki tahapan akhir seluruh rangkaian Pilkada yang banyak menguras energi dan materi harus menjadi ruang refleksi bagi semuanya, untuk menatap masa depan suatu daerah dibawah kepemimpinan sang pemenang. Memberi dukungan selama menjadi bupati dan wakil bupati, dengan senantiasa mengingatkan apa yang telah menjadi visi-misi-nya dan mengawal apa yang telah dicita-citakan selama berkampanye serta mengawasi atas apa yang tertuang dalam program kerjanya selama periode menjabat, agar dapat diwujudkan.

Tidak ada lagi acungan jari jemari yang menunjukkan angka, sebutan-sebutan yang mengisyaratkan pilihan nomor dan tidak ada lagi warna-warni bendera partai yang menjadi pembeda pilihan.

Sebab, masa itu telah berlalu, kini segala proses dalam mencari dan memilih pemimpin harus menjadi ruang refleksi bagi kita semua untuk bisa saling memaafkan dan berdamai, sehingga dalam kepemimpinan berikutnya itu bisa lebih baik.

Menjadi ruang evaluasi atas kerja apa yang belun dan telah dilakukan, sehingga menjadi ruang aksi nyata atas apa yang dicita-citakan untuk daerah dan seluruh masyarakatnya, bukan hanya peningkatan angka-angka dalam statistik yang tidak bersandar atas kenyataannya.

Sebab menurut saya, jika tidak demikian, maka gagal-lah kita dalam menatap dan menjalani proses yang disebut berdemokrasi, sebab hanya mengulang-ulang prosesnya namun tidak menuju dan menemukan tujuannya.

(Anhar)

 

Bagikan