Mamuju, Katinting.com – Kegiatan advokasi untuk penetapan aturan desa tentang pencegahan perkawinan usia anak berlangsung di kantor Desa Belang-belang, Selasa, 28 Juli 2020.
Kegiatan yang dilaksanakan Yayasan Karampuang atas kerjasama dengan UNICEF Indonesia ini menghadirkan narasumber, Sekretaris Dinas PP dan PA Kabupaten Mamuju, Herlina SP dan Rena Bendahara Desa Pati’di untuk sharing pengalaman terkait pembentua peraturan desa terkait pencegahan pernikahan usia anak.
Dalam sambutannya, Abdul Qabid Kepala Desa Belang-belang berharap peserta mengikuti kegiatan dengan baik, karena ini menyangkut masa depan dan kebaikan desa kita terutama anak-anak yang akan menjadi penerus nantinya.
“Dan mungkin semua desa di Kabupaten Mamuju akan melaksanakan kegiatan seperti ini juga. Jadi kami sangat berterimakasih kepada Yayasan Karampuang atas kesediaannya memfasilitasi kegiatan ini dan kami selaku Pemerintah Desa Belang-belang menyambut baik kegiatan ini,” ujarnya.
Herlina SP, menjelaskan di Indonesia, terdapat lebih dari satu juta perempuan usia 20 – 24 tahun yang perkawinan pertamanya terjadi pada usia kurang dari 18 tahun (1,2 juta jiwa). Sedangkan perempuan usia 20-24 tahun yang melangsungkan perkawinan pertama sebelum berusia 15 tahun tercatat sebanyak 61,3 ribu perempuan.
Ia juga menjelaskan, dampak perkawinan anak berdasarkan Susenas 2015 dimana disebutkan bahwa, dampak pendidikan, berpotensi enam kali lebih kecil kemungkinannya untuk menyelesaikan pendidikan menengah atas dibandingkan teman-temannya yang belum menikah.
Sedangkan dampak kesehatan, secara global, komplikasi selama kehamilan dan persalinan adalah penyebab kematian kedua terbesar bagi anak perempuan berusia antara 15 dan 19. Secara global, bayi yang lahir dari ibu di bawah usia 20 tahun cenderung 1.5 kali lebih banyak meninggal selama 28 hari pertama dibandingkan bayi yang lahir dari ibu berusia 20-an dan 30-an. Dampak kekerasan, anak perempuan yang sudah menikah lebih rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga, dan dampak kemiskinan, peluang kerja semakin sedikit, beban biaya hidup makin bertambah, serta tidak berkontibusi untuk pembangunan, jelasnya.
“Perkawinan anak memiliki dampak buruk terhadap anak, terutama anak perempuan. Dia rentan putus sekolah, kurang berdaya secara ekonomi, mengalami gangguan kesehatan reproduksi, hingga rentan mendapat kekerasan. Mencegah perkawinan anak perlu diupayakan untuk melindungi hak-hak anak untuk tumbuh, berkembang, sehat dan berdaya,” ungkapnya.
Lanut disampaikan, perkawinan anak merupakan pelanggaran atas pemenuhan hak dan perlindungan anak Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Menghambat capaian.
Sementara itu, Anhar selaku Program Officer berharap adanya kesamaan pemahaman tentang pencegahan perkawinan usia anak sehingga desa mau melahirkan sebuah aturan berupa Peraturan Desauntuk melindungi anak dari pernikahan usia anak.
Selain itu, hadir juga sebagai Narasumber yakni Rena selaku bendahara Desa Pati’di yang berbagi pengalaman penerbitan Peraturan desa tentang pencegahan perkawinan usia anak di desa Pattidi.
“Kami adalah Desa pyloting pertama di Sulawesi Barat yang menerbitkan perdes tentang pencegahan perkawinan usia anak. Tanpa bermaksud menggurui bapak ibu sekalian, hanya saja kami kebetulan yang lebih dulu menerbitkan perdes. Jadi kami diundang utuk sharing pengalaman. Saya tambahkan sedikit apa yang dijelaskan oleh Pak Kepala Desa. Bahwa di desa pattidi terbit peraturan desa no.1 tentang pencegahan perkawinan usia anak. Yang kami lakukan adalah yang pertama advokasi kepada kepala desa, selanjutnya yang paling berperan adalah BPD yang menjadi pelopor desa dan yang akan menjadi tim perumus Perdes nantinya,” jelasnya.
Hadir pada kegiatan ini yaitu, Sekretaris Desa, tokoh perempuan, tokoh pemuda, Ketua BPD, Sekretaris BPD, Kadus Malasaigo, Kadus Belang-belang, Kadus Belang-Belang Selatan, Kadus Bakengkeng Pantai, Babinsa, Babinkamtibmas dan Tokoh Agama. (YKM)