Mamuju, Katinting.com – Memperingati Hari Hak Asasi Petani, sejumlah pemuda yang tergabung dalam Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Kota Mamuju melakukan unjukrasa. Jumat (20/4).
Dalam selebarannya menuliskan, di berlakukannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA) kerja sama asing dimasa orde baru menjadi pintu masuknya pemodal asing menguras sumberdaya alam (SDA) yang terdapat di indonesia yang mengakibatkan Indonesia mengalami ketergantungan ke negara pemodal.
Adanya pasal 33 ayat 3 yang mengatur tentang tanah, air dan udara sepenuhnya diperuntuhkan untuk kemakmuran rakyat cukup bertentangan dengan UUPMA itu sendiri.
Intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani masih sering terjadi. Konflik agraria antara petani dan pihak perkebunan sampai hari ini belum terselesaikan.
Nawa Cita 9 agenda proritas Jokowi-JK menuju Indonesia berdaulat secara politik, serta mandiri di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam budaya itu kemudian gagal.
Sistem politik hari ini masih ada campur tangan asing begitu pulu dengan kemandirian secara ekonomi sampai hari ini Indonesia masih menjadi negara yang langganan impor negara asing yang masih terjadi di tahun 2018, seperti beras, garam kita masih impor dari negara asing.
Konflik agraria kerap terjadi di Sulawesi Barat dengan adanya pembangunan infrastruktur dan perluasan perusahaan sawit, seperti di Pasangkayu dan Mamuju Tengah. Konflik agraria juga mengancam di Mamuju dengan hadirnya perusaahan PT. Bara Indoco dan tambang uranium, perusahaan swasta lainnya.
Dalam tuntutannya FPPI Mamuju meminta, stop kriminalisasi petani, tanah untuk rakyat, tolak investasi asing, sejahterakan petani melalui UU No. 19 Tahun 2013, stop alih fungsi lahan, tolak tambang uranium, cabut izin PT. Bara Indoco di Sulawesi Barat, stop impor beras, turunkan harga BBM dan perjelas peta hak guna usaha (HGU) yang ada di Provinsi Sulawesi Barat.
(Rilis/Anhar)