Mamuju, Katinting.com – Pada rapat Koordinasi (Rakor) dan supervisi program pemberantasan korupsi terintegrasi Provinsi Sulbar, Gubernur Sulbar Ali Baal Masdar mengatakan telah melakukan aksi pencegahan korupsi sampai tingkat Kabupaten.
Menurutnya, Pemprov Sulbar dan Pemkab Se-Sulbar sejak 2012 sampai 2017 telah melaksanakan aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan berdasarkan Perpres Nomor 22 tahun 2012 tentang program prioritas nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi.
BACA JUGA : KPK Terima 56 Aduan dari Sulbar
“Yang menjadi fokus pencegahan dan pemberantasan korupsi di Sulbar, diantaranya pelimpahan kewenangan penertiban dan nonperizinan di daerah kelembaga PTSP, pembentukan dan penguatan tugas pokok dan fungsi pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) utama dan pembantu, pelaksanaan transparansi proses pengadaan barang dan jasa serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas dana hibah dan bantuan sosial,” papar Ali Baal Masdar, saat Rakor yang berlangsung di auditorium lantai 4, kantor Gubernur Sulbar, Rabu (11/4).
Ali Baal meminta kepada semua pihak untuk senantiasa berkomitmen menjalankan dan melaksanakan tata Pemerintahan di Sulbar yang jujur, bersih dan transparan dalam rangka mewujudkan provinsi Sulbar yang maju dan malaqbi.
Melalui forum tersebut, Ali Baal berharap pencegahan dan pemberantasan korupsi di Sulbar dapat terintegrasi dan berkesinambungan serta berdampak nyata pada perbaikan tata kelola pemerintahan.
BACA JUGA : 10 Poin Komitmen Program Pemberantasan Korupsi Terintegritas
Bachtiar Sinaga selaku Inspektur 4 pada Inspektorat Jenderal Kemendagri saat pemaparan mengatakan, sebagian besar terpidana kasus korupsi berasal dari PNS dengan jumlah 44 persen, terbanyak kedua dari swasta sebanyak 26 persen dan sebagian kecil berasal dari lembaga independen yakni dua persen serta dari kepala daerah berjumlah tiga persen.
Sementara, sebagian besar kasus korupsi merupakan kasus dengan nilai biaya korupsi di atas 100 juta, dengan jumlah persentase 82 persen. Sedangkan kasus korupsi terbanyak yakni 40 persen merupakan kasus korupsi dengan biaya korupsi sedang, antara Rp 100 juta hingga Rp satu miliar.
Kasubdit Pekerjaan konstruksi Lembaga kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP), Hardi Afriansyah mengatakan, tugas dan kewenangan LKPP mengembangkan sistem pengadaan publik berbasis empat pilar yakni mengembangkan dan menyusun kebijakan regulasi, melakukan market operation dan membangun pasar penyediaan yang baik, mengembangkan kelembagaan SDM dalam kapasitas pengelolaan barang dan jasa serta membangun intergritas dan transparasi dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dalam proses pengadaan barang dan jasa yang terpenting adalah mengedepankan Value For Money yaitu pengadaan barang/jasa yang menghasilkan barang/jasa yang tepat, dari setiap rupiah yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, harga, dan penyedia.
“Kedepan proses pengadaan barang dan jasa dalam menentukan penyediaanya tidak mutlak berbasis kompetensi, silahkan saja memperoleh barang jasa dengan harga yang mahal, yang penting kualitasnya baik sesuai yang direncanakan,” ucapnya.
Direktur investigasi Bidang APBN/APBD Kedeputian Bidang Investigasi BPKP, Arief Tri Hardiyanto menjelaskan, terdapat dua pilar utama yang dibangun BPKP untuk menjadikan menjadikan pengelolaan keuangan negara agar lebih akuntabel dan transparan yaitu sistem pengendalian anggaran pemerintah yang efektif di seluruh tahapan proses manajemen, pengolalaan keuangan negara maupun daerah dan peran aktif yang optimal.
“Sinergitas dan integrasi kedua pilar tersebut diharapkan menjadikan akuntabilitas keuangan dan kinerja dapat terus meningkat, berkesinambungan sehingga kita dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih,” kata Arif.
Pada pertemuan tersebut, Pemprov Sulbar bersama, KPK, Kepolisian, Kejati Sulselbar, DPRD dan pemda Se-Sulbar melakukan penandatanganan 10 komitmen bersama program pemberantasan korupsi terintegritas.
(ADV/Muhyddin)