Gambar Ilustrasi (Net)
banner 728x90

 

Majene, Katingting.com Wilayah kelola rakyat merupakan satu bahagian penting dalam tata kelola lingkungan hidup atau sebagai bagian dalam ekosistem. Mewujudukan kelestarian ekosistem tidak dapat dilepas kan dari keberadaan manusia yang bergantung pada fungsi-fungsi layanan alam dimana ekosistem itu berada.

Dalam beberapa dekade, pengurusan sumber daya alam di Indonesia, khususnya di wilayah pulau Sulawesi lebih banyak memberikan ruang bagi industri ektraktif dalam pemamamfaatanya. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan SDA yang difasilitasi pemerintah sangatlah minim. Akibatnya, kondisi pengelolaan SDA yang pro modal telah menunjukkan dampak yang mengancam keberlanjutan ekologi dan masyarakat. Hal ini ditandai dengan terjadinya degradasi lingkungan pada ekosistem penting, kawasan hutan, daerah aliran sungai, rawa dan kawasan pesisir di Sulawesi. Hal ini telah mengakibatkan wilayah-wilayah masyarakat yang menjadi bagian dari ekosistem ikut tergerus. Akibatnya tidak hanya ancaman dan bencana ekologi yang meningkat tetapi juga ancaman kelangkaan pangan dapat terjadi.

Sulawesi Barat secara umum masyarakatnya adalah masyarakat yang mempunyai ketergantungan terhadap hutan sebagai sumber pangan yang cukup tinggi. Hal ini telah dibuktikan dengan Kajian etno botani dari Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor pada tahun 2005 di Desa Tumbang Naan, menyebutkan bahwa dari 400 jenis tanaman komsumsi masyarakat yang di teliti lebih 30-an jenis tanaman saja yang mereka budi-dayakan. Artinya apa disini? Riset ini mempertegas asumsi bahwa masyarakat masih mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap sumber makanan yang di ambil dari kawasan hutan.

Sulawesi Barat dengan luas 16.937,16  hektar : 9,76 % dari luas P. Sulawesi at 26,87 persen dari propinsi induknya yaitu Sulsel,  secara umum kawasanya kini telah di kuasai oleh infestor. Dari data yang di himpum oleh Walhi Sulawesi barat terkait peruntukan lahan di Polman Sulbar mencatat bahwa lahan yang di kuasai infestor untuk industri HPH, Pertambangan dan Perkebunan sawit cukup besar, yakni dari luas Polman Sulbar hanya tersisa 2.072.900,23 hektar atau 10,50 % dari total lahan secara keseluruhan. Sementara Perkebunan rakyat : 317.49 Ha.

Produk pangan lokal di Sulawesi Barat berkaitan erat dengan budaya lokal setempat. Menggunakan nama daerah, seperti  ; doayu urawa, doayu lako-lako, sarang lebah, golla kambu, ta’ba-ta’ba, bikang—pais undo, bu’u-bu’us, masapi pais bambu, piapi Ambu dan 31 jenis varietas padi—beras,  dan sebagainya (MA Allu).

Di Sulawesi Selatan, wilayah kelola rakyat juga mengalami keterancaman akibat exploitasi alam yang berlebihan. Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat telah mulai melakukan upaya perlindungan wilayah dan ruang hidup mereka dengan mempertahankan wilayah dari korporasi. Di Kabupaten Maros misalnya, sebanyak 38 IUP telah diterbitkan oleh pemerintah dan mengancam bahkan telah merusak kawasan ekosistem penting, karst.  Salah satu upaya melawan dominasi korporsi adalah dengan mempertahankan wilayah kelola masyarakat dan mempromosikan model wilayah kelola yakni aspek-aspek produksi tata kelola SDA yang berbasis local wisdom.

Di Sulawesi Tengah penguasaan sumberdaya alam berbasis pertambangan hadir di hampir semua Kabupaten dan Kota, salah satu Kabupaten yang saat ini sedang terjadi eksploitasi besar besaran adalah Kabupaten Donggala Kecamatan Balaesang Tanjung yang berhadapan dengan satu konsesi pertambangan emas atas nama PT. Cahaya Manunggal Abadi yang merampas wilayah kelola rakyat. Pada tahun 2012 petaka terjadi puluhan petani di tembak dan di tangkapi, seorang petani meregang nyawa terkena peluru aparat kepolisian. Kondisi ini menjadikan rakyat menjadi trauma berkepanjangan, ratusan petani meninggalkan lahan mereka untuk menghindari aparat kepolisian.

Paska itu, protes petani atas pertambangan mulai menggunakan cara lain dengan mendorong wilayah kelola rakyat untuk lebih diperhatikan sebagai basis produksi utama, salah satu desa itu adalah Desa Rano dengan produksi komunitas. Desa Rano memiliki Danau yang memiliki produk komunitas Sidat yang hidup Di Danau yang terancam akibat aktifitas pertambangan tersebut. Sidat merupakan satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis unggulan, produk eksport ini terus dikembangkan untuk menjadi bahan pendapatan ekonomi utama disana.

Di Sulawesi Tenggara berdasarkan rencana tata ruang wilayah provinsi tahun 2014 telah menetapkan perubahan hutan dari 1,6 juta hektar menjadi 800 ribu Ha. Penurunan kawasan hutan ini besar dipengaruhi oleh kepentingan ekspansi industri extraktif yakni pertambangan, perkebunan dan infrastruktur, diSulawesi Tenggara tercatat 53 izin konsesi perkebunan (sawit, tebu, dll), dan disektor pertambangan terdapat 498 IUP nikel, emas dan aspal.

Keberadaan sejumlah perizinan ini tidak saja menimbulkan ketimpangan struktur kepemilikan lahan, kerusakan lingkungan, konflik sosial, tetapi lebih dari itu, telah merampas wilayah kelola rakyat dan mengancam keberadaan pangan lokal di sejumlah daerah.

Untuk memperkuat keberadaan masyarakat, khususnya masyarakat adat Moronene komunitas Enano yang berdiam di Tangkeno (gunung)  mengalami ancaman atas claim wilayah adatnya, menjadi penting dilakukan kemudian dapat tergali sejumlah potensi dan kearifan lokal serta diharapkan menjadi alat untuk memproteksi dan mempromosikan wilayah kelolanya.

Sementara di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, dan Kolaka Timur terdapat pohon rumbia yang lebih populer dikenal dengan sebutan pohon sagu merupakan jenis tanaman yang kaya akan potensi. Selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif, limbah pengolahan sagu dapat dimanfaatkan menjadi pakan ternak, energi alternatif, atap rumah dan lainnya. Sagu merupakan tanaman yang tumbuh subur di areal rawa. keberadaan tanaman ini di rawa turut membantu pelestarian ekosistem rawa di daratan Sulawesi Tenggara.

Di Sulawesi Utara, wilayah kelola rakyat terkendala dengan konflik yang terjadi antara pemilik modal dan rakyat. Penguasaan sumberdaya alam berbasis kesejahteraan rakyat dipakai korporasi untuk menjadikan modus awal dalam proses perebutan lahan kepada rakyat. Tidak saja pertambangan tetapi sawit juga hadir di hampir semua Kabupaten dan Kota, salah satu Kabupaten yang saat ini sedang terjadi eksploitasi besar besaran adalah Kabupaten Bolmong Induk yang berhadapan dengan satu perusahaan sawit PT. Melisya Sejahtera yang merampas wilayah kelola rakyat dan didalamnya terdapat lima desa. Tidak hanya itu dalam proses pengelolaan sumber daya alam, pemodal sering sekali merusak alam dengan tidak memperhitungkan keselamatan rakyat. Salah satu contohnya adalah dengan masuknya air laut di lima desa tersebut akibat penggalian tanah di dekat pantai oleh perusahaan tersebut.

Terkait pula dengan kasus perebutan lahan yang dilakukan korporasi, di Pulau Bangka Sulawesi Utara, Pulau Bangka memiliki pengalaman yang sangat miris, masyarakat tidak lagi bisa mengakses kebun mereka yang berdekatan dengan lokasi PT. MMP. Akibatnya lahan yang berdekatan dengan lokasi perusahaan menjadi lahan tidur dan tidak didayagunakan lagi oleh rakyat. Padahal rakyat sangat bergantung dari lahan-lahan yang telah direbut oleh perusahaan tersebut untuk dijadikan lahan produktif.

Di sisi lain, pangan lokal atau pangan tradisional dapat berperan\sebagai survival strategi bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dalam sistem ketahanan pangan. Pola pangan tradisional dapat menjadi pelengkap makanan pokok selain beras. Adanya penggunaan bahan lokal yang biasanya lebih terjamin ketersediaanya sebagai makanan pokok yang murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat setempat, berdampak pada penambahan pendapatan riil rumah tangga. Pangan lokal mempunyai kandungan karbohidrat yang tidak kalah dengan beras. Umbi-umbian sebenarnya sudah lama menjadi bahan pangan. Namun demikian pangan lokal ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Situasi ini tak urung menyimpan benih-benih konflik, karena ruang kelola rakyat yang secara inheren merupakan akses masyararakat terhadap pangan semakin terdesak oleh kepentingan investasi. Pada tahap selanjutnya hal ini akan mengancam ketahanan pangan masyarakat. Dari hasil atas seluruh persoalan lingkungan rigion sulawesi maka walhi berharap kebijakan2 yang dilahirkan oleh pemerintah pro terhadap lingkungan dan tidak hanya sekedar mendukung lewat kampanye2 tapi lebih jauh lagi mampu melahirkan produk hukum yang jelas ,dan dari hasil festival  wilayah kelola rakyat (WKR) Region sulawesi berharap kebijakan pengelolaan SDA lingkungan hidup serta jaminan kedaulatan pangan dan kesejahteraan rakyat. (MR)

Bagikan