Peserta diskusi dan bedah film Sexy Killers. (Ist.)
banner 728x90

Mamuju, Katinting.com – Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Pimpinan Kota Mamuju (FPPI Pimkot Mamuju) bekerjasama dengan KIARA (Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan) mengadakan bedah film Sexy Killers di rumah adat Mamuju, pada Jumat (3/5) malam.

Film FILM SEXY KILLER atau ” Pembunuh yang Sexy” yang digagas oleh tim expedisi biru dan rumah produksi WATCH DOC merupakan film yang bercerita tentang sisi gelap (dampak) adanya pertambangan batu baru terutama di Kalimantan Timur (Kaltim).

Kegiatan yang dilaksanakan FPPI tersebut mengusung tema, lawan ancaman perampasan ruang hidup masyarakat bahari. Kegiatan bedah film tersebut dihadiri sejumlah pemuda, siswa dan mahasiswa.

Sekjend KIARA, Susan Kherawati  yang hadir pada pemutaran film tersebut mengatakan, film dokumenter ini menceritakan tentang bagaimana pengaruh pertambangan batu bara serta dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat pesisir dan juga dampak terhadap biota laut.

Didalam film tersebut  mengambil sampel listrik adalah salah satu sumber utama bagi masyarakat di era digital ini. Listrik berasal dari tenaga uap yang dihasilkan oleh batu bara, tentu kita ketahui bersama Indonesia adalah Negara dengan pertambangan batu bara terbesar di Asia. Proyek pertambangan batu bara tidak serta merta membawa hal yang baik, banyak  hal yang buruk didalamnya yang dialami oleh masyarakat yang pertama adalah perampasan ruang hidup masyarakat, yang kedua perampasan ha katas tanah dan sumber alam, kemudian yang ketiga kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, kata Sekjend Kiara Susan Kherawati.

Lanjut Susan Kherawati, permasalahan serius lainnya ialah perampasan tempat mata pencaharian dan hak untuk bernafas dengan udara bersih. Akibat pembangunan PLTU yang tidak ramah lingkungan, pembuangan limbah secara sembarangan, mengakibatkan pencemaran udara yang berujung pada kerusakan paru-paru pada penduduk di sekitar PLTU.

Belum lagi masalah yang lebih signifikan ialah bagi masyarakat pesisir atau nelayan yang kemudian biota laut ataupun terumbu karang menajdi rusak karena dijadikan tempat pembuangan limba PLTU, kapal-kapal tongkang pengangkat batu bara menyandarkan kapalnya dan membuang jangkar yang tidak memperhatikan lokasi pembuangan jangkar, belum lagi pembangunan proyek reklamasi serta pertambanagn batu bara yang merusak menghancurkan daratan, lautan serta ancaman dampak  buruk krisis iklim di Indonesia, sambung Susan Kherawati.

Sementara itu, Wahyu yang mengarahkan diskusi tersebut, juga mengatakan, dalam hal ini banyak masyarakat yang kemudian dirugikan karena Negara tidak hadir didalam masalah sosial yang dialami oleh masyarakat, karena masyarakat berhadapan langsung dengan proyek-proyek pemerintah berupa penyerobotan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk proyek pertambangan dan juga rekalamasi. Mirisnya lagi proyek pertambangan dikembangkan serta ditunggangi oleh kepentingan elit-elit politik, dan ini kemudian menyebabkan tidak aka nada hentinya pertambangan dan reklamasi yang akan menghancurkan pulau-pulau kecil yang menjadi incaran investor dibidang pertambangan khususnya di wilayah Sulawesi Barat ini.

Peserta kegiatan, Mohd Faisal perwakilan dari MPA Klorofil Tomakaka Mamuju, dalam diskusi mempertanyakan pihak yang harus bertangung jawab atas perbuatan PLTU yang sampai hari ini merugikan banyak warga. Dijawab Sekjend KIARA, yang harus disalahkan dalam pembangunan PLTU yang kemudian banyak merugikan warga itu adalah oknum yang berperan dalam profesinya, kemudian yang membangun perusahaan dan juga Negara yang tidak hadir dalam kondisi masyarakat khususnya yang ada disekitar tambang dan juga PLTU.

Indah perwakilan dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Mamuju mengatakan, langkah apa yang harus dilakukan dalam menghentikan langkah elit-elit politik dalam peran mereka membangun PLTU tersebut. Dijawab oleh Sekjend KIARA, langka yang harus dilakukan adalah  membangun komunitas dan pemikir yang kuat dan juga langkah murni untuk membangun pikiran kolektif untuk dapat membuat perubahan ataupun kesadaran dikalangan mahasiswa, dan juga bagaimana mendesak pemerintah untuk dapat sesegera mungkin memperbaiki tata kelolah, dalam hal ini membuat sebuah perlindungan atas efek yang ditimbulkan perusahaan PLTU, atau bahkan pemerintah untuk kreatif dalam hal ini bisa memperbaharui sistem penerangan dialihkan kesistem tenaga surya ataupun hal yang tidak mempunyai efek terhadap masyarakat, jawab Susan Kherawati.

Pimkot FPPI Mamuju, Muh. Suyuti mengatakan, dari bedah Film Sexy Killers tersebut dan juga data-data yang ada, kami Kiara dan juga FPPI Mamuju mengharapkan kepada pemerintah untuk melindungi ruang hidup dan hak atas tanah masyarakat dan juga untuk tidak lagi melahirkan oligarki-oligarki baru di dalam pemerintahan.

Sambung Muh. Suyuti, kami juga mengharap bukan hanya pemerintah tapi masyarakat juga perlu sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh dampak kerusakan lingkungan akibat pertambangan dan  reklamasi. Semoga bedah film yang dilakukan ini dapat meberikan manfaat bagi kita semua baik itu pemerintah,masyarakat serta mahasiswa akan pentingnya menjaga lingkungan.

(Irfan/Anhar)

Bagikan
Deskripsi gambar...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here