Mamuju Tengah, Katinting.com – Dalam tiga tahun terakhir, di Sulawesi Barat, pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang merupakan lembaga non eselon, telah menggelontorkan puluhan ribu kuota program peremajaan sawit rakyat (PSR) atau lebih lazim disebut replanting, dengan kucuran dana mencapai ratusan miliar rupiah.
Kuota program replanting ini, di berikan kepada semua petani sawit, tidak terkecuali bagi petani sawit di Mamuju Tengah, yang lahannya, sudah mengalami penurunan produksi, maupun dari awal masa buah mutu produksi tidak sesuai harapan, juga mendapatkan kesempatan untuk program replanting ini.
Meskipun kemudian sejak 2019 hingga 2021 geliat program replanting di Mamuju Tengah, yang menyerap anggaran ratusan miliar, dilaksanakan BPDPKS melalui Dinas Pertanian, namun berbeda dengan salah seorang petani Sawit dari Kecamatan Tobadak ini. Sebab lebih memilih membantarkan sendiri lahan kebun sawitnya dengan replanting mandiri, yang tentu bila menggunakan kalkulasi pemerintah menghitung, terbilang akan mengeluarkan biaya tidak sedikit.
Saat laman ini menghubungi, salah seorang warga transmigrasi yang sudah beridentitas warga Mamuju Tengah, Suharsoyo, mengungkapkan bahwa banyaknya syarat yang mesti dilalui untuk mendapatkan program replanting dengan anggaran dari pemerintah, membuatnya memilih melakukan replanting secara mandiri.
Meskipun kemudian tidak dipungkirinya, bahwa replanting mandiri tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit jika menggunakan standar biaya pemerintah, namun keruwetan yang di hadapinya dalam mendapatkan program replanting bantuan pemerintah, membuatnya mengambil keputusan mengeluarkan biaya sendiri.
“Agak ribet dan terlihat tidak transparan, sehingga pilihan saya, lebih baik menggunakan dana sendiri, untuk mereplanting kebun sawitnya yang memang tingkat produksi buahnya sudah tidak produktif” aku Suharsoyo.
Tentu, replanting mandiri bukanlah hal yang mudah pula menjadi pilihannya, sebab tidak tanggung, tidak kurang dari 5 kavling kebun sawitnya atau setara kurang lebih 10 hektar luasnya, mesti ia replanting, guna mendapatkan hasil produksi yang lebih baik lagi.
“Yang jelas satu kavling kurang dari besaran anggaran replating program pemerintah, karena masih di bawah Rp.50 juta dana yang saya keluarkan” ungkap Suharsoyo.
Baca juga : https://katinting.com/pengungkapan-kasus-psr-2020-2021-dipertanyakan-shompad/
Ia menuturkan guna menyiasati tingginya biaya pengolahan pelaksanaan replanting mandiri ini, proses pengosongan lahan kavlingan sawit, tidak semua menggunakan pola tumbang, dan waktu yang bersamaan, serta mempelajari kondisi areal kebun.
“Jadi kebun saya replanting menggunakan pola tumbang, juga ada menggunakan pola sisip, pola sisip ini, hanya mengganti tanaman sawit yang patut di duga tidak punya kualitas produksi yang baik, maka kita sisip saja” tutur Suharsoyo.
(Fhatur Anjasmara)