
Mateng, Katinting.com – Warga transmigrasi yang ditempatkan di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Saluandeang, Kecamatan Tobadak, Mamuju Tengah, Sulbar, satu persatu memilih pulang kembali ke daerah asalnya dan menjual lahan mereka, karena alasan jaminan hidup dan ketidakjelasan lahan usaha.
Tidak tanggung-tanggung, nilai yang di tawarkan untuk melepas lahan mereka, mencapi Rp. 80 juta dengan luas mencapai satu hektar, yang diatasnya sudah tumbuh sawit, sementara lahan yang belum ditanami apapun, dijual dengan harga bervariasi mulai Rp. 40 juta.
“Ada ko’ yang jual lahan, sudah terisi, diatasnya, tumbuh sawit umur 1 tahun, dengan luas satu hektar, harganya Rp. 80 juta, orangnya balik ke Jawa, ada juga milih pulang karena mereka tidak mendapatkan lahan yang sudah dijanjikan,” ungkap sumber laman ini, yang namanya tidak di tulis.
Lanjut sumber kami, warga yang menjual lahannya, memang rata-rata lahan satu, dan sebagian lahan pekarangan, bahkan ada yang bersertifikat, ditawarkan juga, karena mereka pulang ke Jawa, sebab salah satu alasannya, jaminan hidup tidak jelas.
“Saya saja, sekarang tidak lagi dapat jaminan hidup, katanya dari pusatnya, jaminan hidup masih ada dan banyak, tapi tidak tahulah, sebab tidak ada juga yang sampai sama saya dan keluarga,” beber sumber laman ini.
Sumber menambahkan, yang dia ketahui persis, warga UPT Saluandeang yang pulang ke daerah asal, untuk yang sama waktu pendaratannya dan asal daerahnya ada 1 KK gelombang pertama, terus gelombang kedua ada 2 KK.
“Dan lahan mereka, ada yang hanya menjual lahan satunya, ada juga yang menjual semua, lahan pekarangan maupun lahan satu, untuk modal mereka pulang kembali ke daerah asal, bahkan lahan kami pun juga malah ndak terurus, karena mau nanam jagung dan singkong saja susah, kalau sawit di sana cocok atau walet,” imbuh sumber kami.
Saat di hubungi, Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker) Mamuju Tengah Muhammadia, Selasa (07/06) membantah keras kalau lahan yang di bagikan kewarga tidak bisa di manfaatkan, membuat mereka pulang kembali ke asalnya.
“Tidak benar itu, justru lahan buat warga UPT Saluandeang bagus untuk bercocok tanam, jadi itu tidak benar, ada ko’ mereka di sana, sebagian lagi memang ada yang di kota Mamuju Tengah, membuka usaha niaga, jadi tidak ada yang pulang ke daerah asalnya,” tegas Muhammadiah.
Bahkan Ia juga membantah, kalau warga transmigrasi tidak mendapatkan lahan usaha sebab menurutnya, sudah ada yang mendapatkan lahan usaha tapi memang belum semuanya, tapi itu tanggungjawab Pemprov Sulbar melalui Dinas Transmigrasi Sulbar.
“Ada yang sudah dapat, tapi karena itu tanggungjawab Pemprov Sulbar, dan sampai saat ini pihak Pemprov memang belum memberikan semua warga untuk lahan usahanya,” sanggah Muhammadiah.
Ia pun menambahkan, kalau ada warga transmigrasi di UPT Saluandeang yang jual lahan, tentu itu pelanggaran, karena melanggar undang-undang yang mengatur, soal kebijakan pengelolaan kawasan transmigrasi.
“Itu melanggar kalau ada yang jual lahan, undang undang tidak membenarkan itu,” tandas Muhammadia.
Terpisah, Kepala Dinas Transmigrasi Provinsi Sulawesi Barat Ibrahim, saat dihubungi, membantah, bahwa penyediaan lahan usaha bukan tanggungjawab Pemprov Sulbar, itu tanggungjawab dinas terkait di Kabupaten sebagai pemilik wilayah.
“Jadi yang punya wilayah itu adalah Kabupaten termasuk penyediaan lahan usaha, jadi bukan tanggungjawab kami di Pemprov,” sangah Ibrahim.
Dijelaskannya, penyediaan lahan usaha bagi warga transmigrasi adalah ranah tanggungjawab pihak kabupaten, sebagaimana diatur dalam aturan Ketransmigrasian, sehingga memang bukan tanggunjawab Pemprov, bahkan kami juga mendapatkan laporan jika ada yang sudah meninggalkan tempat.
“Pengadaan areal lahan transmigrasi sesuai aturan Ketransmigrasian di lakukan oleh Pemkab sesuai SK Pencadangan Bupati, dan setelah pembangunan oleh kabupaten dan penempatan transmigrasi, kemudian di lakukan tahapan ukur bagi lahan pekarangan, LU I dan Blok LU II,” pungkas Ibrahim.
(TIM)

Comment