Mataram, Katinting.com – Hingga Millenium Development Goal’s berakhir dan telah tergantikan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), target menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) 102 per 100.000 kelahiran hidup belum tercapai.
Kematian ibu bukan hanya merupakan persoalan emosional karena ditinggalkan oleh satu anggota keluarga, tetapi berdampak pada kondisi bayi, keluarga, dan masyarakat. Diperlukan peran Organisasi Masyarakat dan pelibatan laki–laki untuk menurunkan AKI.
“Selain beresiko bagi kelangsungan hidup keluarga, fakta menunjukkan bahwa sekitar 50% dari bayi yang ditinggalkan ibu akan meninggal sebelum ulang tahun pertama. Anak yang ditinggalkan sebagian juga akan mengalami gangguan tumbuh kembang akibat tidak mendapatkan perawatan, pengasuhan dan pendidikan awal dari ibu. SDGs telah menargetkan pada tahun 2030 terjadi penurunan AKI secara global, yakni 70 kematian per 100,000 kelahiran hidup. Selain itu, juga dicanangkan bahwa pada tahun 2030 terdapat akses menyeluruh pada pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual, termasuk program keluarga berencana, informasi dan pendidikan serta pengintegrasian kesehatan reproduksi dalam program dan strategi nasional setiap Negara,” ujar Sekretaris Deputi Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Dewi Yuni Muliati pada Workshop Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan pelibatan Laki-laki di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Selasa (17/4).
Menurut Dewi, penyebab kematian ibu pada dasarnya ada 2 hal, yaitu dari sisi masyarakat dan sisi pelayanan. Dari sisi fasilitas pelayanan, indikatornya menunjukan angka yang semakin baik. Terlihat dari meningkatnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan: 84,78% pada 2010 meningkat menjadi 90,88% pada 2013, namun menurun menjadi 88,55% pada tahun 2015 (Ditjen Kesmas Kemkes 2016). Pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali juga cenderung meningkat: 86,85 % pada 2012 menjadi 87,48% pada 2015 (Ditjen Kesmas Kemkes 2016).
Pemerintah Provinsi NTB juga telah melakukan upaya strategis demi menurunkan AKI, diantaranya pembuatan regulasi berupa Perda tentang perlindungan dan peningkatan kesehatan ibu bayi dan anak balita (KIBBLA), Penempatan Bidan di Desa, Pembangunan Puskesmas, Puskesmas pembantu, Poskesdes, Puskesmas keliling, Pembentukan Desa SIAGA dan Posyandu Keluarga, serta upaya penguatan sistem rujukan.
Dari sisi masyarakat, pada tahun 2015 Kementerian PPPA bersama Organisasi Masyarakat telah menyusun Pedoman Percepatan Penurunan AKI bagi Organisasi Kemasyarakatan. Dilanjutkan pada tahun 2017 telah disusun Pedoman Peran Lembaga Masyarakat dalam Pelibatan Laki-laki untuk mempercepat penurunan AKI.
“Tentu tidaklah mudah bagi Pemerintah jika bekerja sendiri untuk menurunkan AKI. Dibutuhkan peran serta aktif masyarakat, yakni Swasta, Dunia Usaha, Organisasi Perempuan, Tim Penggerak PKK, Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Keagamaan dan Media Massa dalam menurunkan AKI. Peran serta laki – laki dalam mengatasi berbagai faktor penyebab kematian ibu juga merupakan upaya yang tepat dalam percepatan penurunan AKI. Perlu pemahaman, sikap kepedulian serta kemampuan bagi laki–laki untuk berperan dan mengatasi masalah terkait kehamilan dan persalinan,” tutup Dewi.
(*Publikasi dan Media Kementerian PPPA)