
Penulis : Devinda (Mahasiswi UIN Raden Fatah, Palembang-Sumsel)
Hoax Politik menjelang pemilu 2024 harus semakin diwaspadai, sebab tidak hanya masyarakat membutuhkan informasi yang benar, namun lebih dari itu, karena jelang pemilu, bisa jadi akan tumbuh isu berbau SARA bahkan bisa mengarah pada isu deligitimasi penyelenggaraan pemilu.
Ini bisa merujuk pada temuan Mafindo, di akhir tahun 2022 lalu, akan adanya persebaran hoax berisi isu politik. Bahan dalam catatan Mafindo, mencatat sejak Januari hinggah September 2022 ada banyak sekali Hoaks yang tersebar luas, Hoaks politik paling banyak ditemukan sekitar 29,2%.
Dari data yang disampaikan oleh Mafindo maka penting untuk menyiapkan mitigasi resiko dan strategi serta klarifikasi atas pelaku penyebaran Hoaks, agar tidak menyebar ke publik dan tidak menjadi potensi yang dapat menurunkan kualitas demokrasi. Karena itulah sebagai Mahasiswa dan Mahasiswi yang bijak, kita harus membuat kolaborasi bersama untuk menciptakan iklim sehat, baik di media sosial maupun dalam pola komunikasi pada kehidupan yang nyata.
Berkaca pada Pemilu 2019 sesungguhnya kita sudah melihat di mana saja dan pada kapan saja hoax itu sudah mulai menyebar, simak data 2019, sudah menunjukan sejak Agustus 2018 sampai dengan september 2019 ternyata Hoax politik itu memuncak pada Maret, April,Mei sehingga data ini menunjukan, semankin dekat jelang pemilu maka akan semankin tinggi juga angka Hoax nya, begitupun sesudah dilaksanakannya pemilu angka hoax semankin tinggi ,tentu pemcunya adalah dinamika pencoblosan dan rekapitulasi suara dan banyak sekali dampak negatif yang akan di dapatkan karena persebaran hoaks baik berbau SARA berujung kekerasan.
Bahkan isu berbau hoax ini, juga menghantam KPU RI hingga jajarannya ke bawah, sebagai lembaga penyelenggara pemiliki yang dianggap kredibel dan di percaya satu satunya, ini sangat berbahaya, kalau kemudian ada pembiaran produksi isu berisi hoax belaka, contohnya KPU diterpa isu soal kotak suara dari kardus karton, 70 juta surat suara sudah tercoblos padahal surat suara nya belum sama sekali diproduksi, penetapan hasil pemilu dilakukan tengah malam. Akibatnya semua berita yang terkait dengan kinerja KPU ujung-ujungnya mempertanyakan hasil pemilu tahun 2019, yang mana menjadi konflik, akibat ketidaktauan masyarakat terkait dengan KPU.
Polarisasi hoaks dalam kehidupan masyarakat akan berdampak kepada calonnya, para calon itu diidentikan pada visi dan misi yang berbeda, dimana ada perlawanan sehingga terpolarisasi secara tidak sehat. Isu hoaks yang tersebar luas memiliki polarisasi yang sama, foto dan video yang diposting ulang kemudian dikaitkan dengan peristiwa yang ada pada saat itu sehingga menimbulkan presepsi publik bahwa kejadian itu terjadi pada saat itu juga, mengubah judul dari konten yang sudah dipublikasikan.
Nah untuk mengantisipasi pemilu 2024, seperti yang di alami pemilu di 2019 produksi dari jurnalis itu harus berdasarkan CekFakta, 2024 kolaborasinya harus lebih luas dan memastikan konten-konten yang diproduksi bukan hoaks serta sejauh mana artikel-artikel CekFakta itu diterima oleh publik. Isu yang terkait pada CekFakta 2019 tentang jual beli suara yang tersebar di media sosial, orang yang menyebarkan isu tersebut mempunyai presepsi bahwa pemilunya itu curang. tentu CekFakta dengan cepat mengcounter dan diproses (double check) kemudian diklarifikasi sesuai dengan faktanya.
Karena jika kemudian pest demokrasi di 2024 nanti, hasilnya lahir dari dominan di pengaruhi oleh berita berbau hoax, tentu dampak pada hasil pemilu 2024 sangat besar untuk Indonesia. Pertama belajar dari pasca pemilu sebelumnya jika hoax ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat maka menimbulkan potensi polarisasi politik yang sangat signifikan, nah tentu saja tentang polarisasi politik ini menjadi kewaspadaan bersama di pemilu 2024. Kenapa ? Karena hoax yang melahirkan disinformasi yang disebarkan tanpa tanggung jawab akan berujung menimbulkan perpecahan Bangsa Indonesia, sehingga semankin cepat upaya mengklarifikasi maka semankin cepat pula hoax itu tersebar, maka dari itu harus menyiapkan strategi dan mitigasi resiko nya dari sekarang.
Kedua yaitu, akan menguatnya tingkat ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu, hoax tidak hanya menyerang mereka yang berkompetisi saja, akan tetapi disinformasi ini juga akan menyerang penyelenggara pemilu sehingga dalam konteks ini dampaknya adalah akan muncul ketidak percayaan didalam penyelenggara.
Ketiga, persebaran hoax juga berdampak terhadap ketidakpercayaan hasil pemilu, karena semua orang punya kepentingan pada pemilu maka persoalan pada hasil ini akan menjadi pencermatan semua orang jika informasi yang tidak bertanggung jawab tersebar luas dan tidak mendapatkan penanganan maka kualitas hasil dan resiko buruk dari pemilunya itu akan sangat tinggi.
Karenanya, proses menuju Pemilu 2024 memberikan dampak dan tantangan yang lebih besar terhadap jurnalis dan pemeriksa fakta dibandingkan pemilu sebelumnya. Surplus informasi yang masuk dalam politik banyak menyebar berita hoaks, dengan demikian semankin sulit masyarakat untuk mendapatkan berita yang akurat/fakta. Untuk itu kita sebagai mahasiswa Ilmu Politik harus selalu melihat dan menjadi forum yang tepat untuk merefleksikan dan menyatukan langkah bersama-sama mendorong komitmen multipihak demi menyediakan informasi politik, pemilu yang sehat dan informasi akurat bagi publik.
Komitmen yang tangguh mengawal akurasi dan kreditabilitas informasi selama masa kampanye politik dan hari pemungutan suara pada pemilu, adalah tradisi baik yang harus dipertahankan. Pasalnya momen pada pemilu, ketika seluruh masyarakat memutuskan siapa para wakil dan pemimpinya, kebutuhan akan infomasi bebas dari manipulasi menjadi mata krusial.
Dengan itu kolaborasi yang kita lakukan pun juga tidak cukup, penting melibatkan pihak lain terlibat dalam kolaborasi itu. Diantaranya pemerintah, media, jurnalis, akademisi, komunitas, tokoh masyarakat dan agama, yang kemudian kita bisa menyebutnya sebagai kolaborasi pantahelix.
Kolaborasi pantahelix perlu dilakukan, sebagai wadah untuk mencegah peredaran hoaks. Dengan surplus informasi yang baik, disajikan oleh media, maka masyarakat akan nyaman menerima informasi tanpa perdebatan, serta politik hadir mengiringi demokrasi di Indonesia dengan mudah memberikan value yang baik untuk publik atau masyarakat.
Ini tentu memiliki arti penting bagi mahasiwa dan mahasiswi yang selalu menjadi sumbu utama dalam penyampaian aspirasi, sebab dengan informasi yang valid tanpa ada bumbu informasi berbau hoaks, maka surplus informasi politik di Indonesia menjadi baik terhadap strategi apa yang telah dijalankannya. (**)
Catatan : Sumber Tulisan “Indonesia Fact Checking Summit 2022”

Comment