

Gorontalo, Katinting.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise hari ini melakukan Kampanye Stop Diskriminasi Dalam Ketenagakerjaan. Menteri Yohana menilai saat ini pekerja/buruh perempuan bekerja hampir di semua sektor. Namun dalam melaksanakan pekerjaannya, mereka kerap dihadapkan pada berbagai risiko yang berpotensi mengganggu kesehatan.
“Hampir setengah dari penduduk Indonesia adalah perempuan (49,75%). Namun dalam kehidupan sehari-hari, perempuan masih mengalami ketertinggalan dan ketidakadilan akibat diskriminasi gender, seperti marjinalisasi (peminggiran/pemiskinan), sub-ordinasi, pelabelan (stereotype), kekerasan, dan beban kerja. Oleh karena itu, jika Indonesia ingin maju, perempuan perlu dilibatkan secara aktif dan proporsional karena di sisi lain, pekerja/buruh perempuan juga harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan bertanggungjawab terhadap kualitas anak sebagai generasi penerus. Sesuai kodratnya, mereka mengalami haid, hamil, melahirkan, dan menyusui. Kondisi ini memerlukan pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang baik,” tutur Menteri Yohana dalam kampanye tersebut di Gorontalo. Selasa, (28/8).
Jumlah angkatan kerja di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik 2017 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 262 juta jiwa, dengan angkatan kerja 128 juta jiwa (48%), 121 jiwa diantaranya telah bekerja dan 46,3 juta jiwa adalah pekerja perempuan. Kemen PPPA mencatat sejumlah permasalahan dalam ketenagakerjaan:
- Pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan pertumbuhan lapangan kerja;
- Peran dan partisipasi perempuan dalam ketenagakerjaan masih rendah. TPAK LK= 81,97%, Pr=50,77% (BPS 2016);
- Masih adanya diskriminasi dalam ketenagakerjaan, mulai dari penerimaan, saat kerja, dan purna kerja;
- Masih lemahnya pengawasan dalam hubungan kerja;
- Masih sering terjadi pelanggaran terhadap hak pekerja, terutama perempuan;
- Minimnya ketersediaan data pelanggaran hak pekerja.
Melihat masih banyaknya permasalahan dalam ketenagakerjaan, Menteri Yohana menyerukan Negara harus hadir untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara, dalam hal ini pekerja/buruh perempuan. Terbitnya UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, antara lain mengatur perlindungan terhadap TKI perempuan, tidak hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial sebagai dampak pengiriman TKI, menyangkut ketahanan keluarga dan pemenuhan hak anak-anak TKI yang ditinggalkan. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga telah mengatur kesempatan yang sama tanpa diskriminasi dan segala bentuk upaya kesehatan yang harus disediakan pengelola tempat kerja.
Kemen PPPA telah melakukan berbagai upaya dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja/buruh perempuan:
- Kemen PPPA menandatangani Nota Kesepahaman Bersama 4 Menteri (Kemenakertrans, Kemendagri, Kemen PPPA, Bappenas) tentang Optimalisasi Penerapan Kesempatan dan Perlakuan yang Sama Tanpa Diskriminasi dalam Pekerjaan, yang ditandatangani pada Agustus 2014.
- Konvensi migran 1990, tidak hanya menjamin hak-hak bagi buruh migran, tetapi juga hak-hak bagi anggota keluarganya. Buruh migran dan anggota keluarganya perlu dilihat sebagai satu kesatuan kerena apa yang terjadi terhadap buruh migran juga memiliki pengaruh terhadap keluarganya. Contoh yang telah dilakukan oleh Kemen PPPA adalah pada 2015-2017 sudah membentuk sebanyak 117 Kelompok Bina Keluarga TKI (BKTKI) di 106 desa, 90 kecamatan, 63 kabupaten/kota dan 12 provinsi. Tujuan dari pembentukan BKTKI adalah untuk meningkatkan kemandirian ekonomi TKI dan keluarganya, meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga TKI, serta menjamin hak anak-anak keluarga TKI.
- Pada 2017, ada kesepakatan bersama yang telah ditandatangani oleh Kemen PPPA dengan Kementerian Tenaga kerja tentang Sinergitas Penyelenggaraan Program Desa Migran Produktif (Desmigratif) dan Program Perempuan Mandiri. Kemen PPPA mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan ketahanan keluarga dan pengasuhan yang dilakukan oleh komunitas (community parenting). Tujuan dari kegiatan tersebut adalah memberikan pengetahuan kepada keluarga migran dan para pengasuh anak TKI tentang hak-hak anak, upaya pencegahan dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah lainnya.
- Kemen PPPA melakukan pelatihan penguatan mental bagi calon TKI perempuan. Pelatihan tersebut bertujuan membekali pengetahuan calon TKI yang akan bekerja di luar negeri, seperti kebudayaan negara penempatan, menetapkan tujuan, dan memahami arti tanggung jawab, mengelola stres dan konflik, hingga prosedur layanan pengaduan. Dengan demikian, calon TKI dapat mengetahui hak-haknya sehingga mereka terhindar dari kekerasan dan penipuan yang merugikan TKI tersebut.
- Untuk meningkatkan kesehatan pekerja/buruh perempuan, pada 2017 ada Kesepakatan Bersama 4 Menteri: 1. Menteri Kesehatan; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri Ketenagakerjaan; 4. Menteri PPPA tentang Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP).
- Pada 2018, Kemen PPPA mengembangkan posko layanan di kawasan industri. Di dalam posko tersebut, para pekerja dapat berbagi informasi, menerima pengaduan, dan memberi pembelaan/advokasi untuk menghentikan pelecehan seksual di Kawasan Berikat Nusantara.
*Sumber : Publikasi dan Media Kemen PPPA

Comment