![](https://katinting.com/wp-content/uploads/2018/08/WhatsApp-Image-2018-08-31-at-00.47.46.jpeg)
![banner 728x90 banner 728x90](https://katinting.com/wp-content/uploads/2024/07/banner-visi-sulbar-20245-scaled.jpg)
Mamuju, Katinting.com – Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Provinsi Sulbar Mendesak Bank Dunia segera mengakhiri segala kegiatannya di Indonesia. Dalam rilisnya kepada Katinting.com menyebutkan, sejak dimulainya proyek neoliberalisme, institusi keuangan internasional seperti Bank Dunia dan IMF telah menjadi salah satu penyokong utama. Berbagai bantuan hutang dan intervensi perubahan kebijakan oleh Bank Dunia dan IMF telah menjadi motor perampasan ruang hidup dan hak-hak dasar rakyat.
Kedua lembaga yang dipromosikan menjadi bank pembangunan yang dapat mendorong dunia yang lebih sejahtera dan adil justru menjadi sumber ketidakadilan dan meningkatnya ketimpangan kesejahteraan antar Negara dan kelompok.
Pada sektor kelautan dan perikanan berbagai organisasi nelayan, seperti KNTI, mengungkapkan bahwa Bank Dunia juga turut aktif dalam perampasan sumber-sumber kehidupan nelayan tradisional dan rakyat di pesisir dan pulau-pulau kecil. Salah satu bentuk intervensi nyata Bank Dunia dengan mendorong adanya privatisasi pesisir dan pulau-pulau kecil dengan kedok pengaturan pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau kecil.
Melalui klaim bahwa pengelolan laut yang dianggap akses terbuka (open access), Bank Dunia menawarkan solusi privatisasi. Di sisi lain konservasi berbasis hutang telah gagal dengan adanya Laporan BPK Tahun 2012 atas Proyek Coremap-CTI yang menunjukkan kegagalan capaian, adanya korupsi serta tiadanya partisipasi publik.
Diarah yang sama Bank Dunia mendorong paradigma ekonomi biru yang berdampak pada eksploitasi sumber daya laut dan kemudian mengundang korporasi swasta untuk menggusur rakyat nelayan. Konsep ekonomi biru yang didorong oleh Bank Dunia merupakan bentuk paling mutakhir perampasan laut dengan paradigma eksploitatif dan komodifikasi sumber daya laut. Misalnya, industrialisasi perikanan yang meminggirkan nelayan tradisional skala-kecil, pembangunan infrastruktur megaproyek besar di sepanjang pantai, juga pelabuhan yang merampas akses nelayan, industri dan pembangkit listrik yang menimbulkan pencemaran, penambangan pasir dan industri extraktif yang merusak ekosistem.
SNI secara tegas menekankan bahwa kaum nelayan tradisional mengalami dampak berlipat ganda akibat model dan politik ekonomi yang melahirkan ketimpangan seperti yang selama ini disodorkan oleh Bank Dunia. Oleh karenanya Liberalisasi laut, pesisir dan perikanan harus ditentang.
Olehnya itu Kami mendesak Bank Dunia segera mengakhiri segala kegiatannya di Indonesia tanpa perlu negosiasi lagi.
Sambung dalam rilisnya yang dikirim oleh ketua SNI Sulbar, Muh. Suyuti, gerak lawan memandang ESF Bank Dunia tak lain adalah topeng baru untuk praktik usang. Sampai saat ini Bank Dunia merupakan kontributor utama kebijakan dan proyek pembangunan yang melanggar HAM dan merusak lingkungan. Situasi dimana Bank Dunia terus bebas beroperasi dengan kekebalan mutlak tidak dapat dibiarkan, lembaga ini harus bertanggung jawab atas berbagai krisis sebagai dampak dari model pembangunan yang kotor dan menghisap.
(Rls)
![banner 728x90](https://katinting.com/wp-content/uploads/2024/09/Iklan-Bedak-Lotong-Tozu-1.jpg)
![banner 728x90](https://katinting.com/wp-content/uploads/2024/12/Iklan-Pemprov-Waspada-Banjir-dan-Penerbangan-Bandara.jpg)