Pembongkaran kolam di Anjungan Pantai Manakarra beberapa waktu lalu. (Foto Humas Pemkab Mamuju)
banner 728x90

Mamuju, Katinting.com – Pembongkaran salah satu titik sentral di anjungan pantai Manakarra, yakni pada bagian kolam yang berada tepat dibelakang landmark Pantai Manakarra, pada pekan lalu, sampai hari ini masih menjadi polemik.

Titik yang mengalami pembongkaran tersebut visualisasinya dikait-kaitkan dengan simbol-simbol tertentu, dianggap menyerupai simbol “dajjal”.

Yahya Hanafi, tokoh masyarakat Mamuju menilai, seharusnya Pemkab Mamuju terlebih dahulu melakukan konsultasi ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Mamuju atau MUI Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), sebelum melakukan pembongkaran salah satu titik di anjungan pantai Manakarra.

“Idealnya Pemkab Mamuju melakukan konsultasi atau meminta masukan dari MUI Mamuju  atau MUI Sulbar tentang simbol Dajjal dalam ajaran Islam sebelum latah dengan sesuatu yang viral di media Daring yang mengakibatkan adanya sebuah tindakan,” ujar Hanafi kepada Katinting.com, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA : Habsi Sebut Pembongkaran di Anjungan Manakarra Agar Lebih Menarik 

Jumat (12/10), Bupati Mamuju, Habsi Wahid mengatakan, semua orang berhak untuk memberikan persepsi jika menilai dari sisi agama. Karena menurutnya, pembongkaran yang dilakukan itu dilihat dari segala aspek. Pertimbangan untuk melakukan pembongkaran tersebut hanya semata-mata untuk kepentingan masyarakat.

“Kalau memang itu menguntungkan untuk masyarakat, kenapa kita tidak dengar?  Kita sebagai pejabat publik tentunya melihat dari semua aspek. Dan yang paling penting disana itu, adalah melihat estetikanya,” ujar Habsi Wahid yang ditemui usai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD Mamuju.

Ia menjelaskan, pembongkaran tersebut juga dilakukan karena drainase pada kolam tersebut sudah rusak. Dan apabila hujan menimbulkan bau yang tidak sedap, akibat air yang tergenang di kolam tersebut karena tidak adanya pembuangan.

“Baunya dulu kita hilangkan supaya tidak ada lagi masyarakat yang mengeluhkan bau tersebut,” ujar Habsi.

Terkait untuk anggaran merenovasi ulang titik yang telah dibongkar tersebut, Habsi mengatakan akan dianggarkan pada tahun anggaran 2019. “Kalau desainnya sudah ada. Kita akan rubah, kita mau lebih baik dari sekarang,” ungkapnya.

Barang yang sudah jadi dan dibongkar lagi itukan pasti pemborosan

St. Suraidah Suhardi, Ketua DPRD Mamuju, ditemui di ruang kerjanya, Jumat (12/10), mengatakan, pembongkaran yang dilakukan oleh pihak eksekutif tidak  pernah meminta pertimbangan ke DPRD. Bahkan ia mengaku, mengetahui hal tersebut melalui pemberitaan media.

Suraidah mengatakan, apa yang dilakukan oleh pihak eksekutif adalah pemborosan. Sebab telah membongkar apa yang telah ada. “Barang yang sudah jadi dan dibongkar lagi itukan pasti pemborosan,” katanya.

Ia menambahkan, jika alasan pemerintah membongkar kolam tersebut karena menimbulkan bau yang tidak sedap, seharusnya itu menjadi penanganan dari Dinas Kebersihan Kabupaten Mamuju.

“Harusnya kan itu dibersihkan. Berarti Mamuju Mappaccing ini harus lebih digalakkan lagi, berarti tidak berhasil kan?” tanya Suraidah.

Terkait dengan anggaran untuk merombak kembali sisi anjungan pantai Manakarra tersebut, Suraidah  mengatakan, tidak menjadi masalah sepanjang anggaran siap. Namun, kata dia, saat ini banyak program yang dipikirkan untuk direalisasikan di tahun anggaran 2019.

Apalagi saat ini, DPRD Kabupaten Mamuju, tengah menyimpan anggaran untuk mengurangi defisit.

“Salah satunya bagaimana alokasi anggaran dana desa bisa difokuskan. Bayangkan 10 persen APBD akan dialokasikan untuk Desa, ditambah lagi Rp 500 juta untuk membenahi anjungan setelah dibongkar, itu bukan anggaran yang sedikit,” sebutnya.

“Mudah-mudahan ada anggaran yang didapat bupati dari pusat,” pungkasnya.

(Zulkifli)

Bagikan
Deskripsi gambar...