Plh. kadinkes Sulbar, dr. Darmawiyah saat memberikan paparannya di Rapim tingkat Provinsi Sulbar di Majene.
banner 728x90

Majene, Katinting.com Dinas Kesehatan Provinsi Sulbar memberikan paparan mengenai evaluasi penanganan stunting di bidang kesehatan.

Hal disampaikan Plh. Dinkes Sulbar, dr. Darmawiyah saat mengikuti rapat Kerja Pimpinan tingkat Provinsi Sulbar yang diselenggarakan di Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Sulawesi Barat pada tanggal 4 hingga 5 Juli 2023.

Acara tersebut pimpin oleh Pj Gubernur Sulbar, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, Sekprov Sulbar, Muhammad Idris dan  seluruh kepala OPD lingkup Provinsi Sulbar.

Dalam paparannya, Darmawiyah menjelaskan tentang kondisi stunting di provinsi Sulbar. Katanya, stunting merupakan kondisi pertumbuhan anak yang terhambat akibat kekurangan gizi kronis, yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitif anak. Secara ringkas, stunting dapat didefinisikan sebagai kondisi ketika tinggi badan anak di bawah standar yang seharusnya sesuai dengan usianya.

Berdasarkan data yang dihimpun dari sumber ePPGBM Pengukuran Agustus 2022, tercatat jumlah sasaran balita sebanyak 114.229. Dari jumlah tersebut, sebanyak 97.119 balita telah ditimbang untuk memonitor kondisi gizi mereka. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan persentase balita yang mengalami stunting.

“Adapun pada periode Januari hingga Mei 2023, terdapat 15,50% bayi baru lahir yang mengalami stunting dari total 9.159 bayi yang lahir. Dalam angka absolut, terdapat 1.420 bayi baru lahir yang mengalami stunting,” katanya Rabu (5/7/23).

Plh. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat juga mengidentifikasi beberapa masalah yang perlu ditangani dalam penanganan stunting di provinsi ini, antara lain:

Deteksi dini balita risiko stunting belum optimal karena partisipasi ke posyandu masih rendah, dengan coverage pengukuran pertama belum mencapai target 90%.

Intervensi dan pendampingan gizi balita bermasalah gizi belum optimal, terkait penganggaran PMT Lokal untuk Balita 2 Tidak Berat Badan dan underweight yang belum terakomodir.

Rujukan balita stunting belum optimal, terkait ketersediaan biaya rujukan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL).
Tatalaksana balita gizi buruk belum optimal, dikarenakan tidak tersedianya anggaran untuk bahan formula dan alat pengolahan formula.

Tatalaksana balita gizi buruk juga masih belum optimal, dengan tidak tersedianya anggaran untuk bahan formula dan alat pengolahan formula.

Plh. Kadinkes Sulbar itu berharap bahwa evaluasi penanganan stunting ini dapat menjadi acuan bagi seluruh OPD lingkup provinsi dan pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan upaya penanggulangan stunting di Sulbar.

“Dalam waktu dekat, Dinas Kesehatan Provinsi Sulbar juga akan merumuskan program-program strategis guna mengatasi masalah-masalah yang diidentifikasi,” tutupnya.

(*)

Bagikan