Citra Restu
banner 728x90
banner 728x90

Penulis: Citra Restu, Mahasiswi Ilmu politik Fisip UIN Raden Fatah Palembang

Indonesia adalah negara yang menganut azas Demokrasi, dimana dalam pengambilan setiap kebijakan dan memilih pemimpinnya, melibatkan seluruh rakyat untuk berperan aktif baik untuk menyampaikan pendapat ataupun dalam memilih pemimpin, dapat dilihat dari partisipasi politik warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partisipasi politik dimaknai sebagai keterlibatan warga negara dalam segala hal atau tahapan pengambilan kebijakan, mulai dari pembuatan keputusan,sampai dengan penilaian keputusan, termasuk pula peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan dalam ranah politik.

Partisipasi politik merupakan salah satu aspek terpenting suatu demokrasi. Keputusan politik yang dibuat dan juga dilaksanakan oleh pemerintah mempengaruhi kehidupan warga negara, maka warga negara mempunyai hak untuk ikut serta dalam menentukan isi keputusan politik.

Akan tetapi, perlu memaklumi dan memahami, bahwa atensi terhadap dunia politik bukan hanya dilakukan oleh kalangan politisi dari kaum pria, namun juga dapat dilakukan oleh kaum hawa.

Dalam organisasi atau lembaga publik, dominasi laki-laki sebagai pemimpin tidak dapat dipungkiri masih sangat kuat. Padahal pada kenyataannya, perempuan juga memiliki potensi yang tidak kalah dengan laki-laki dalam hal kepemimpinan. Tidak sedikit yang mengaitkan antara kemampuan individu dalam hal memimpin dengan aspek biologis yang melekat pada diri sang pemimpin tersebut, yakni berdasarkan Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan.

Realitas yang ada hingga saat ini menempatkan perempuan Indonesia mengalami ketimpangan sosial dan budaya. Di berbagai pelosok nusantara, banyak perempuan yang buta atau bahkan secara struktural buta terhadap potensi dirinya, sehingga hanya bisa berperan sekunder dalam masyarakat.

Hal ini sungguh disayangkan, karena secara demografi jumlah perempuan di Indonesia tidak jauh berbeda dengan jumlah laki laki. Dari total 273 juta jiwa penduduk, penduduk Laki-laki: 138.303.472 jiwa atau 50,5% dan penduduk perempuan: 135.576.278 jiwa atau 49,5% (Badan Pusat Statistik (BPS)).
Dalam bidang politik sendiri, Keterwakilan perempuan dapat dikatakan rendah bila dibanding presentasi laki-laki.

Padahal, seperti yang diketahui bahwa jumlah pemilih antara Perempuan dan laki laki tidak jauh berbeda, Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2019 sebanyak 187.781.884 orang. yaitu, 185.732.093 pemilih dalam negeri dan 2.049.791 pemilih di luar negeri. Jumlah pemilih perempuan lebih banyak kurang lebih 126 ribu dibanding pria.

Komisioner KPU Viryan Azis menjelaskan, jumlah pemilih laki-laki di dalam negeri mencapai 92.802.671. Sementara, jumlah pemilih perempuan di dalam negeri mencapai 92.929.422 (katadata.co.id). Untuk dapat meningkatkan kapasitas keterwakilan perempuan di kursi parlemen, pemerintah beserta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menentukan bahwa untuk meningkatkan presentasi perempuan di parlemen ditetapkan sebesar 30%.

Di negara yang menganut sistem nilai patriarki, seperti Indonesia, peluang perempuan menjadi politisi relatif dibatasi oleh persepsi masyarakat tentang pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Representasi para perempuan di bidang politik dapat dikatakan masih jauh dari harapan. Di indonesia sendiri, perempuan yang terjun dalam dunia perpolitikan masih terbelenggu dengan latar belakang, budaya patriarki, dan juga perbedaan gender.

Berbagai macam persoalan politik perempuan pun disebabkan oleh proses politik. Pemerintah, Partai politik, lembaga perwakilan rakyat dan lembaga penyelenggara pemilu sangat didominasi oleh laki-laki, sehingga nilai, kepentingan, aspirasi, serta prioritas mereka menentukan agenda politik terlalu mendominasi proses politik serta kebijakan publik yang dihasilkan.
Padahal perempuan memiliki Nilai kepentingan, kebutuhan dan aspirasi yang tidak sama dengan laki-laki. Perbedaan perbedaan ini sangat penting untuk dapat terwakili dalam lembaga politik, untuk memberikan perubahan terhadap proses politik ke arah yang lebih demokratis.

Partisipasi perempuan dalam dunia politik sangatlah penting. Sebab, keberadaannya dapat meningkatkan kesejahteraan kelompok perempuan dengan mewakili, mengawal dan juga mempengaruhi agenda, proses pembuatan kebijakan, serta berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Di dalam sistem demokrasi yang memegang prinsip kebebasan siapa saja bisa menjadi pemimpin juga berada didalam lingkungan parlemen atau menjadi eksekutif, jika dia memiliki suara maka orang tidak lagi melihat apakah dia perempuan ataupun laki laki.

Jika sudah dipilih oleh rakyat dan terpilih maka dapat menjadi pemimpin ataupun anggota parlemen, namun terkadang perempuan enggan untuk maju dalam kontestasi politik yang ada di Indonesia. Ketika perempuan sedikit terlibat dalam legislatif, representasi dan pemikiran dari perspektif perempuan justru akan hilang dan mungkin tidak terwakili.Ketika kaum laki-laki mendominasi di dalam legislatif maka akan timbul sebuah sistem sosial yang disebut patriarki.

Dalam proses demokratisasi, persoalan tentang Partisipasi politik perempuan yang lebih besar, reperesentasi dan persoalan akuntabilitas menjadi persyaratan mutlak bagi terwujudnya demokrasi yang lebih bermakna di Indonesia Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki maupun perempuan, atas dasar prinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah dan juga tatanan kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan keputusan. Diindonesia sendiri, diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan.

Ini merupakan fakta meski ada kemajuan yang cukup pesat dalam hal kesetaraan gender. Sifat dan juga tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai negara ataupun wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di negara dunia ketiga di mana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan juga ekonomi. Dengan mayoritas penduduk yang menganut agama Islam, kontroversi mengenai boleh atau tidaknya kepemimpinan perempuan mengemuka sejak era reformasi yakni saat Megawati Soekarnoputri hadir menjadi perempuan presiden pertama di Negara Republik Indonesia menggantikan Abdurrahman Wahid yang lengser.

Pro dan kontra mengenai keberadaan kepemimpinan perempuan datang dari berbagai lapisan masyarakat dan juga kalangan; mulai dari kalangan aktivis politik hingga kalangan non-politik.

Seiring berjalannnya waktu, Keterlibatan perempuan di dunia politik dari waktu ke waktu terus Mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah tren. Peningkatan Keterwakilan perempuan di legislatif- terutama sejak pemilihan umum (Pemilu) 1999 hingga Pemilu pada 2009. Pada Pemilu 1999 (9%), Pemilu 2004 (11,8%), dan Pemilu 2009 (18%).

Peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik, terutama dalam Pemilu, tersebut tidak terjadi secara serta merta, namun karena adanya perjuangan yang terus menerus untuk mewujudkan hak setiap orang Untuk mencapai persamaan dan keadilan. Salah satunya yaitu dengan membuat peraturan perundang-undangan yang bersifat parsial dan afirmatif terhadap peningkatan keterwakilan perempuan.(**)

Bagikan

Comment