Penulis bersama salah seorang Ahli Pers dari AJI Kota Mandar, Sulbar, Edi Junaedy, saat berpose di depan Monumen Pers Nasional, Surakarta Solo Jateng. (Dok Pribadi) 
banner 728x90

Laporan : Fhatur Anjasmara dari Surakarta, Jateng.

Penulis bersama dua rekan penulis lainnya, masing masing Sudirman Samual dan Edi Junaedi, bertiga meninggalkan Bandara Internasional Hasanuddin, tepat pukul 09.20, menggunakan penerbangan Batik Air, menjejal angkasa dua wilayah waktu, yakni waktu Indonesia Tengah dan waktu Indonesia Barat, terbang menuju Solo, Jawa Tengah, transit sekali melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Keberangkatan kami, bertiga dalam rangka mengikuti penyegaran Ahli Pers di Kota Batik, yang dilaksanakan oleh Dewan Pers dari 10-13, Juni 2021.. Dan tepat pukul 14.00 WIB kami sudah tiba ditempat kami bertiga menginap yang disiapkan panitia, di salah satu Hotel terkemuka di Solo, Jawa Tengah, olah panitia acara dari Dewan Pers.

Tentu karena perjalanan yang cukup jauh, yang telah kami tempuh, membuat kami tak bisa mengikuti sesi pembukaan yang dihadiri lansung dan dibuka oleh, Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun didampingi Kepala Monumen Pers, Widodo Hastjaryo, Kamis sore(10/06) karena pembukaan dimulai pukul 13.30 waktu Solo dan sekitarnya dengan membilang menggunakan WIB.

Tidak kurang dari 30 orang peserta Pelatihan Penyegaran Ahli Pers, turut hadir bersama kami dalam kegiatan tersebut, yang materi pertamanya, dibawakan oleh mantan Ketua MA yang juga mantan Ketua Dewan Pers periode pertama, Prof DR Bagir Manan, dengan membawakan materi berjudul Bagaimana Konstitusi, UU Pers, UU Terkait Lainnya, Melindungi Kebebasan dan Kemerdekaan Pers, sehingga dalam materinya Ia menyampaikan bahwa kehadiran peran para ahli pers ini, menjadi salah satu upaya menjaga kebebasan dan kemerdekaan pers kedepan.

Para Ahli pers ini, bekerja menyelamatkan pers dan afiliasinya, dari ancaman pembungkaman kerja kerja pers. Misalnya, ketika seorang pekerja pers, menghadapi persoalan hukum dari karya persnya, maka para Ahli ini, akan memberikan kesaksian keterangan ahli terhadap masalah yang dihadapi pekerja pers.

Jadi tentu yang menjadi penting dalam keterangan ahli pers, adalah bagaimana kemudian sengketa pers tersebut didorong penyelesaiannya di Dewan Pers, sebagai lembaga yang diberikan oleh amanah UU melakukan hal tersebut.

Sehingga seseorang yang mendapatkan kesempatan menjadi ahli pers, adalah orang mendapatkan tanggungjawab berat, menyelamatkan kebebasan pers, dimana kebebasan dan kemerdekaan pers itu sendiri menjadi amanat dari UU Dasar 1945.

Sementara pemateri kedua dari Tenaha Ahli Dewan Pers, Heruthajho S, melalii materinya berjudul Kedewanpersan Melalui Aspek Yuridis, lebih memberIkan gambaran apa saja yang dihadapi seorang ahli ketika dimintai kesiapannya menjadi saksi dalam sebuah kasus sengketa pers, untuk memberikan keterangan ahli.

Dari pengalaman, baik pengalamannya sendiri maupun pengalaman para ahli pers yang didapatkannya melalui diskusi yang panjang, Ia mengemukakan bahwa sesungguhnya menjadi ahli pers adalah sebuah amanah yang dijalankan dengan tanggungjawab yang cukup besar, karena pada ahli harus berada pada koridor berpikir bagaimana terus mendorong kebebasan pers ini tegak berdiri.

Lanjut Haruthajho, menjadi ahli pers bukanlah hal yang mudah, karena mesti berdiri didepan bicara soal kebebasan pers, menegakan independensi pers, para ahli pers ini yang akan berhadapan para penyidik dan para hakim, menjelaskan kepada mereka, bahwa setiap perkara pers, tidak diselesaikan lewat polisi dan pengadilan, tapi melalui Dewan Pers.

Pada sesi kelas kedua, Kamis malam, peserta sebanyak 30 orang, menghadapi materi ketiga berjudul, Bagaimana Strategi Dewan Pers Menegakan Kebebasan Pers, dibawahkan oleh Ketua Dewan Pers, Prof DR Mohammad Nuh yang juga Mantan Menteri Menkominfo RI dan Menteri Pendidikan Nasional RI.

Dalam materinya, Ia menjelaskan bagaimana besarnya tugas tugas dewan pers, mendorong kebebasan pers ini tetap berjalan, ditengah arus perubahan yang begitu besar, tentu peran ini, bagi dewan pers adalah sebuah pekerjaan yang tidak mudah. Katanya, dalam rangka terus mendorong tegaknya kebebasan pers di Indonesia, maka Dewan Pers terus menerus dari waktu kewaktu melakukan upaya pelatihan dan pendidikan kepada orang orang yang terkait dengan insan pers.

Ia menuturkan bahwa sejak dirinya memimpin Dewan Pers, ada banyak kasus pers yang sampai kedewan pers, tentu strategi dewan pers menangani kasus tersebut, salah satunya bagaimana dari waktu ke waktu meningkatkan pengetahuan para ahli pers ini, melalui pelatihan dan pembekalan, karena tidak dipungkuri perubahan yang begitu cepat ini juga menghadirkan beragam problem pers yang beragam.

Karenanya tumpuan dewan pers ada di para ahli dewan pers ini, tapi itu juga kemudian tidak semudah dengan yang kita bayangkan, sebab ini kembali lagi kemampuan ilmu para ahli ini dalam mempelajari dan memberikan pendapat kepada setiap cmkasus pers, dan itu ditentukan seberapa matang seorang ahli pers.

Sebab itu Ia berharap kiranya para ahli pers ini, terus menerus melakukan pembelajaran, dalam rangka meningkatkan kapabilitasnya sebagai ahli, sehingga saat menghadapi sengketa pers, ahli memang berada pada prinsip kebebasan pers.

Pada materi keempat Kamis malam, dibawakan oleh Ketua Komite Hukum Dewan Pers, Agung Dharmajaya, dengan judul materi, Yuridisprudensi Sengketa Pers. Dalam materi yang melihat persepsi penegakan pers independen dari perspektif hukum, awalnya Ia menyampaikan bahwa seiring makin terbukanya informasi soal penanganan sengketa pers, saat ini di Dewan Pers, sedang menumpuk tidak lebih dari 600 kasus sengketa pers, dan sedang dalam perhatian serta monitoring bersama, tentu peran para ahli pers ini yang diharapkan menjadi bagian dari upaya penyelesaian sengketa tersebut.

Agung yang memang berlatar belakang Sarjana Hukum ini, mengemukakan bahwa bergulirnya kasus sengketa pers yang sedemikian banyak, maka dibutuhkan ahli pers yang memiliki kemampuan perspektif hukum pers guna memberikan tinjauan pertimbangan pada setiap sengketa pers, tapi tidak mesti mereka yang bergelar sarjana hukum, sepanjang mereka mampu memahami dan mengurai sengketa pers saat mereka dimintai keterangan ahlinya.

Ia menuturkan dibanyak kasus sengketa pers, sehebat apapun seorang ahli pers, ketika dihadapkan pada sebuah kasus, dan berhadapan dengan penyidik, berhadapan dengan hakim, maka seorang ahli tentu tidak bisa menampakkan kelakuannya. Ia mesti lebih mengedepankan adab dalam berdiskusi, sehingga mampu memberikan penjelasan yang bisa dipahami para penyidik maupun hakim.

Sudah tentu ini bukan perkara mudah bagi seorang ahli pers, berhadapan orang yang belum tentu kapasitas memahami kasus , sama dengan kemampuan seorang ahli pers, maka adab kesantunan berkomunikasi akan memudahkan kita dalam memberikan pandangan pandang ataupun keterangan ahli yang dibutuhkan dalam sebuah kesaksian pada sengketa pers. (**)

Bagikan