Pasangkayu, Katinting.com – Bisnis sarang burung walet akhir-akhir ini semakin digandrungi masyarakat Matra. Sebab, pundi-pundi rupiah yang bisa dihasilkan dari bisnis tersebut cukup menjanjikan.
Dengan semakin menjamurnya sarang burung walet ini, semestinya bisa menjadi salah satu penopang sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup besar. Namun sayangnya potensi itu belum bisa digarap maksimal oleh Pemkab Matra.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Matra Abdul Wahid menjelaskan bahwa, kesulitan menarik pajak sarang burung walet dikarenakan belum adanya sistem deteksi yang pas bagi para pengusaha burung walet kala melakukan transaksi penjualan.
Padahal untuk melakukan penagihan pihaknya mesti mengetahui kapan pengusaha walet melakukan transaksi dan berapa besaran transaksinya.
“Para pengusaha burung walet ini juga tidak transparan ke kami, kapan melakukan transaksi dan berapa besaran transaksinya itu, sementara itu setiap selesai melakukan transaksi mereka harus melapor ke kami agar kami tahu berapa besaran pajaknya, tapi itu tidak mereka lakukan,” terangnya, Jumat (17/06).
Ia menyebut bahwa berdasarkan Perda yang telah ditetapkan, besaran pajak sarang burung walet sebesar 10 persen dari total omset tiap kali penjualan.
“Berdasarkan data kami untuk wilayah pesisir Matra ini saja, ada 71 usaha sarang walet, belum lagi bagian pegunungan, nah kalau pajaknya ini bisa dimaksimalkan bisa mencapai miliaran rupiah. Jadi saat ini kami masih mencari formulasi yang pas agar tiap kali transaksi sarang walet bisa kami ketahui,” ungkapnya.
Ditambahkan, belum maksimalnya pajak sarang burung walet juga karena perda tentang pajak walet ini masih dalam tahap sosialisasi. Sehingga masih ada pengusaha walet yang belum memahami betul akan hak dan kewajibannya. (Joni)