Mamuju, Katinting.com – Polemik beasiswa Manakarra menuai beragam respon dianggap bertentangan dengan peraturan yang ada.
Alumni Hipermaju Mamuju, Masram menyampaikan, dalam aturan tersebut ada tiga kategori dalam penerimaan beasiswa Manakarra, yakni kategori kurang mampu, berprestasi, dan peningkatan kapasitas ASN. Namun itu tidak tepat sasaran.
BACA JUGA : Kantornya Disegel, Dianggap Langgar Kode Etik Kepala Ombudsman Sulbar Minta Dicopot
Masram mempertanyakan, dari kategori mana seorang Kepala Ombudsman Perwakilan Sulawesi Barat sehingga dapat menerima beasiswa Manakarra.
“Dari kategori kurang mampu dan berprestasi, saya kira tidak, dari kategori peningkatan kapasitas ASN , juga sangat salah. Karena saat ini Lukman Umar berhenti sementara sebagai ASN, ” jelasnya.
Sesuai dengan aturan, Ombudsman daerah memiliki peran pengawasan dan mendorong supaya pelayanan publik dari pemerintah lebih maksimal. Insan Ombudsman daerah seharusnya melakukan pemantauan dan survei kepatuhan pemerintah agar tidak terjadi mal adminstrasi.
Ia sangat menyayangkan ada Insan Ombudsman yang larut dalam pusara kebijakan yang salah.
Saya menganggap, Kepala Perwakilan Ombudsman Sulbar, Lukman Umar, yang namanya terdaftar sebagai penerima manfaat Beasiswa Manakarra tahun 2021. Ini tak layak lagi menjadi Komisioner Ombudsman. Ucapnya.
BACA JUGA :Â Megaphone Direbut Ditangannya, Lukman Umar Diminta Mundur Karena Dianggap Menerima Gratifikasi 30 Juta
Aktivitas pejuang pembentukan Sulbar ini menyarankan, agar Lukman Umar sebagai kepala Perwakilan ORI Sulbar legowo mengundurkan diri guna menjaga marwah ORI Sulbar dimata masyarakat.
“Bahwa saya sudah menyampaikan laporan secara tertulis kepada inspektorat Ombusdmam Republik Indonesia, melalui link pengaduan, bahkan menyampaikan melalui WA secara pribadi pada komisioner Ombusdman Republik Indonesia,” pungkasnya.
Kepala Ombudsman Sulbar, diduga melanggar kode etik dan kode perilaku insan BAB III Pasal 8 Poin 2 huruf c) Insan Ombudsman dilarang meminta, menerima dan memberikan uang, barang dan/atau jasa yang terindikasi gratifikasi; dan poin d) dilarang melakukan perbuatan yang terindikasi korupsi, kolusi dan nepotisme.
(*/Ed: Anhar)