Logo Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Logo Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
banner 728x90

Katinting.com, Mamuju – Pengangkatan pendamping desa menuai kritik, pasalnya menganak emaskan eks PNPM dalam perekrutannya yang tanpa seleksi langsung lolos. Hal ini pun dinilai oleh oleh Direktur Balai Peningkatan Dan Pengembangan Masyarakat Tani Sulewesi Barat (BPPMT) Sulbar, Muhammad Ramadhan sangat mengebiri hak pemuda Indonesia yang lain untuk ikut dalam mengabdikan diri bagi bangsa dan negaranya.

Untuk itu ia meminta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi untuk tidak memperpanjang kontrak eks PNPM karena tidak berdasar. Selain itu, UU No. 6 tahun 2014 tentang desa sama sekali tidak memuat nomenklatur tentang pendampingan desa eks PNPM, sebab paradigma pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang dianut program PNPM berbeda secara diametral dengan paradigma pembangunan dan pemberdayaan yang dianut dalam UU Desa, pungkasnya.

“Pada program PNPM, pendampingan memainkan fungsi sentral sebagai pengendali proyek, sedangkan program pendampingan desa, pendamping hanya berfungsi sebagai fasilitator untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat,” jelasnya.

Lanjut Ramadhan menyampaikan, pelaksanaan yang berlangsung saat ini khususnya di Sulawesi Barat, saya akan sampaikan kepada pak menteri mudah-mudahan pak menteri membacanya, dalam investigasi lapangan kami melihat, tidak maksimalnya teman pendamping dilapangan disebabkan oleh honorium yang terbagi ke eks PNPM kemarin, serta eks PNPM yang merasa lebih senior dari perekrutan tenaga pendamping baru yang sangat memperlihatkan arogansinya dengan lantangnya berteriak di depan forum bahwa dialah yang merasa sangat berpengalaman soal pendamping dan  berani menyebut bahwa dia punya beking elit dalam program ini, (Rapat perpanjangan kontrak di kantor BPMD Provinsi Sulawesi Barat, 05/04/2016) luar biasa, dengan masih membawa bendera PNPMnya dengan karakter proyek yang menjadi cara berfikirnya dan seolah memandang remeh pengalaman pendampingan desa yang baru ini.

Satu lagi protes keras datang dari salah satu calon pendamping yang tak lolos ditahun lalu, Mardi menyesalkan hal tersebut mengapa eks PNPM se-enaknya lolos tanpa melalui rekrutmen, soal pendampingan kami juga punya banyak pengalaman dan kami warga Indonesia berhak ikut serta dalam membangun bangsa ini, pungkas Mardi dengan nada kecewa.

Berbicara kasus  Program, PNPM lah yang memiliki urutan teratas pelanggaran hukum soal pendampingan di Sulbar ini, yang sangat miris dan memalukan yang tak akan dilupakan oleh masyarakat Sulbar yaitu pertama, oknum PNPM asal Polman berinisial W, dipenjarakan karena korupsi kurang lebih 1 milyar.

Kedua, penyalagunaan dana PNPM sebesar Rp.603 juta di kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju dengan inisial EK.

Ketiga, di Kabupaten Mamuju Utara kasus pengadaan genzet PNPM dengan nilai anggaran Rp. 125 juta dan penyalahgunaan dana PNPM senilai Rp. 870 juta yang buron berbulan-bulan kemudian ditangkap.

Keempat, Kabupaten Majene yang kasusnya telah dilimpahkan ke Mahkama Agung Republik Indonesia dengan putusan perkara Nomor : 24/Pid.sus/2014/PN/Man.

Kelima, Kabupaten Mamasa dugaan kasus korupsi PNPM dengan nilai 1,7 milyar,  dan yang ke enam oknum eks PNPM menerima imbalan pembuatan dokumen perencanaan pembangunan desa dan desain RAB fisik dengan besaran imbalan Rp. 2.000.000 – Rp. 4.000.000 luar biasa,  bagi saya karakter inilah yang akan merusak proses pendampingan desa, dan kalau dibiarkan seperti ini maka saya yakin program Nawacita presiden Ir. Joko Widodo tentang pembangunan desa gagal.

“Saya mengingatkan kepada Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi  untuk segera melakukan perekrutan ulang karena kalau tidak segera dilaksanakan maka pelaksanaan pendampingan desa akan semakin rumit dan bermasalah, tanpa terkecuali, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terbuka, transparan, profesional berdasarkan peraturan yang berlaku,” tegas pemuda NU ini. (Anhar Toribaras)

Bagikan