Makassar, Katinting.com – APBD merupakan instrumen yang digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk mengukur sejauh mana penerimaan daerah mampu untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam membelanjakan setiap program pembangunan di daerah. Program pembangunan tersebut mengacu pada dokumen-dokumen perencanaan daerah yang disusun berdasarkan periode Kepala Daerah yang diterjemahkan secara teknis oleh perangkat daerah. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berlaku selama 5 tahun masa jabatan Kepala Daerah merupakan dokumen yang dipedomani untuk menyusun dokumen-dokumen teknis perencanaan daerah. Berdasarkan RPJMD tersebut, masing-masing SKPD membuat Rencana Strategis (Renstra) lima tahunan untuk mejalankan program prioritas seorang Kepala Daerah yang telah dituangkan dalam dokumen RPJMD.
Berdasarkan RPJMD Kepala Daerah dan Renstra SKPD, Pemerintah Daerah bersama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyusun dokumen perencanaan tahunan yakni, RKPD, KUA/PPAS, RKA dan RAPBD. Dengan demikian, RAPBD yang dibahas bersama antara Pemerintah Daerah dengan DPRD merupakan muara dari sekian banyak dokumen perencanaan daerah untuk menjamin terselenggaranya pembangunan di daerah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
RAPBD disusun dan dibahas hingga mendapatkan persetujuan bersama DPRD dilakukan setiap tahun anggaran. Penyusunan, pembahasan hingga persetujuan DPRD dilakukan satu tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan. Untuk menyusun RAPBD setiap tahun anggaran, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD. Pada tahun anggaran 2017 mendatang, Kemendagri telah mengeluakan peraturan melalui Permendagri Nomor 31 tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017.
Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia merasa penting untuk memberikan penilaian terhadap daerah-daerah, termasuk 34 Pemerintah Provinsi se Indonesia terkait dengan kepatuhan Pemerintah Provinsi dalam tertib jadwal penganggaran di daerah berdasarkan Permendagri Nomor 31 tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017.
Jelang berakhirnya tahun anggaran 2016 dan memasuki tahun anggaran 2017, KOPEL Indonesia telah melakukan penelusuran terhadap 34 daerah provinsi di Indonesia terkait dengan proses penyusunan dan pembahasan RAPBD tahun anggaran 2017. Dari penelusuran tersebut, beberapa temuan antara lain:
- Berdasarkan Permendagri Nomor 31 tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017, pengambilan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah terhadap RAPBD tahun anggaran 2017 dilakukan paling lambat 30 November 2016. Dari 34 provinsi, hanya 24 % daerah yang dapat menjalankan ketentuan tersebut. Daerah-daerah tersebut antara lain: Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dari daerah-daerah tersebut di atas, daerah yang paling cepat pengambilan persetujuan APBD Tahun Anggaran 2017 bersama dengan DPRD adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tanggal 10 November 2016 dan Provinsi Bali pada tanggal 23 November 2016.
- Memasuki minggu pertama Desember 2016, daerah-daerah yang telah memberikan persetujuan bersama dengan DPRD atas APBD 2017 adalah : Provinsi Papua, Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan Selatan.
- Sampai sekarang minggu kedua Desember 2016, daerah yang masih dalam tahapan pembahasan RAPBD TA 2017 di DPRD adalah : Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsji DKI Jakarta, Provinsi Jambi, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Bengkulu, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Lampung
- Masih terdapat daerah yang terlampau jauh (super telat) penandatangan nota kesepakatan KUA/PPAS antara Pemerintah Daerah dengan DPRD yakni selama 5 (lima) bulan dari jadwal yang ditetapkan. Penandatanganannya baru dilakukan akhir November dan awal Desember 2016 yang seharusnya sudah disepakati dengan DPRD pada bulan Juli 2016 berdasarkan Permendagri Nomor 31 tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017. KUA/PPAS tersebut menjadi pedoman untuk menentukan plafon anggaran masing-masing SKPD sebelum menyusun RKA. Akibatnya, penyusunan RAPBD di Pemerintah Daerah dan pembahasannya di DPRD juga menjadi terlambat. Akibat lainnya adalah potensi penyimpangan APBD rawan terjadi karena hampir pasti pembahasan di DPRD tidak berkualitas. Daerah-daerah tersebut adalah: Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Lampung, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Banten dan Provinsi Kalimantan Utara
- Masih terdapat daerah yang hingga akhir bulan November dan awal bulan Desember 2016 belum ada kejelasan pembahasan RAPBD 2017 di DPRD yakni Provinsi Kalimantan Tengah.
Atas fakta-fakta tersebut di atas, KOPEL Indonesia merekomendasikan:
- Kepada daerah-daerah yang sudah memberikan pertestujuan bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD segera menyerahkan Rancangan Perda dan Perkada APBD 2017 kepada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia untuk dilakukan evaluasi.
- Kepada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia agar dalam melakukan evaluasi APBD 2017 lebih substantif terhadap potensi penyimpangan yang terjadi dari hasil pembahasan RAPBD antara Pemerintah Daerah dengan DPRD dengan melihat rentan waktu pembahasan dan komponen alokasi anggaran setiap SKPD.
- Kepada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia agar secara tegas memberikan sanksi kepada Kepala Daerah dan anggota DPRD yang lalai dari kewajibannya menetapkan Rancangan Perda tentang APBD 2017 paling lambat 31 Desember 2016 berdasarkan Pasal 213 UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya selama 6 bulan.
- Berdasarkan rekomendasi point 3 tersebut di atas, KOPEL akan melakukan penelusuran/tracking kedua (akhir) terhadap APBD 2017 daerah-daerah pada awal bulan Januari 2017.
- Jika Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia tidak menegakkan/memberikan sanksi sebagaimana rekomendasi point 3 tersebut di atas, KOPEL akan melakukan gugatan hukum kepada Kementerian Dalam Negeri dan daerah-daerah yang gagal menetapkan APBD 2017 atas pelanggaran Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sumber : KOPEL Indonesia