
Oleh Muh.Suyuti
(Pimpinan Kota FPPI Mamuju)
Aura pemilihan gubernur Sulawesi Barat semakin hari semakin mendekat semua kekuatan digunakan untuk memenangkan masing-masing kandidat oleh para suksesor-suksesor di 15 Februari mendatang.
Akan tetapi perlu Diperhatikan bahwa sejatinya kemenangan dalam proses Pilkada ini ialah bukan soal siapa yang menjadi gubernur di tanah malaqbi ini, akan tetapi kemenangan sejati adalah ketika seluruh rakyat Sulawesi Barat bebas dari kemiskinan, berdaulat atas tanahnya, airnya dan udaranya sehingga amanah UUD 1945 untuk kesejahteraan sosial dapat terlaksana.
Adapun tema keadilan sosial sebenarnya sudah lama sekali menjadi cita-cita masyarakat Indonesia. Namun jalan menuju keadilan sosial masilah panjang sebab praktek-praktek ekonomi politik yang sedang berlangsung bukanlah merupakan hasil dari tesis masyarakat Indonesia itu sendiri baik skala nasional maupun lokal daerah seperti Sulawesi Barat.
Proses demokrasi yang akan segera digelar nanti ini bukanlah sekedar ajang pertarungan bagi petarung-petarung politik di gelanggang, kemudian tersisa seorang pemenang. Tetapi kemudian pemimpin harus mampu menjawab problem sosial yang terjadi di Sulawesi Barat di semua sektor-sektor sosial masyarakat baik itu pertanian, perkebunan, kelautan dan lain-lain sebagainya.
Namun hal itu kita masih belum percaya perubahan sosial itu akan hadir jika kita menyandarkan pada seorang pemimpin yang hanya mengandalkan kekuatan uang (Money) untuk memperoleh suara dari rakyat.
Selain dari pada praktek-praktek seperti itu kita menganggap bahwa pemimpin yang lahir hari ini adalah pemimpin yang merupakan koorporasi asing yang hanya bisa mengambil ke untungan dari sumber daya alam kita untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi dunia.
Harus kita pahami bahwa praktek-praktek ekonomi politik di lokal daerah tidak terlepas efek dari pertarungan ekonomi politik internasional oleh dua ideologi besar dunia yakni liberalisme dan Komunisme yang menyandarkan sistem ekonominya pada sistem ekonomi Kapitalisme (modal).
Dalam sejarah rezim orde baru menyandarkan pembangunan ekonomi dengan melakukan peminjaman utang luar negeri dan membuka investasi asing sebesar-besarnya justru malah membuat negara ketergantungan ekonomi politik hingga saat ini yang telah menjadi warisan bagi pemimpin selanjutnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Warisan inilah kemudian yang sampai hari ini masih berlangsung dengan dibukanya lahan-lahan investasi baru oleh pihak-pihak koorporasi asing hampir disemua sektor yang notabene-nya tidak sesuai dengan situasi dan kondisi sosial masyarakat Indonesia atau Sulawesi Barat pada khususnya sehingga tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat kita.
Semisalkan dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional petani butuh peningkatan produktivitas petani melalui pembagian tanah untuk petani penggarap bukan malah menjawab dengan pemenuhan pangan dengan investasi koorporasi asing di sektor pertanian.
Oleh karena itu atas gambaran situasi dan kondisi sosial ekonomi politik sekarang ini kami masih belum percaya terhadap pemimpin yang lahir, sebab belum mampu menjawab sekian problem yang ada di masyarakat atas kebutuhan pokok masyarakat.
Sebut saja kondisi pertanian dan perkebunan kita yang digerus oleh bangunan-bangunan atau digadaikan (baca: milik kapital) sehingga masih jauh dari yang namanya sejahtera, malah menyisakan konflik yang berkepanjangan dan tak kunjung ada ujungnya. Dilaut nelayan kita belum bisa menghasilkan penuh dari laut tanpa ketergantungan dengan bahan bakar yang harganya semakin merangkak, sementara pasar tidak terbuka lebar dan ada dukungan tekhnologi. Sistem pemerintahan kita juga masih sangat kental dengan oligarki, yang sekedar bagi-bagi dan mempertahankan kekuasaan, sungguh sebuah ironi.
Para kandidat pun yang bertarung dalam Pilkada Sulbar bukanlah wajah asing sebab diantara mereka itu telah menempati posisi dalam tata pemerintahan kita dan mencatatkan diri sebagai Bupati dua periode, anggota DPR dan pengusaha. Sehingga tolak ukur atas kepemimpinan mereka cukup dapat digali.
Meski pada akhirnya rakyatlah yang akan menjadi penentu dalam bilik suara, namun semua itu masih belum cukup jika hanya sampai memilih, sebab tugas dan perjuangan panjang setelah itu sangat berat, mengawal dan memastikan visi-misi yang tertuang dalam program pemerintahan terlaksana dengan baik. Jika tidak maka kita akan mengulang sejarah yang salah.! (*)

Comment