Oleh : Amiruddin (Pendiri Rumah Belajar Holistik Nawajiwa )
Salah satu tuntutan Reformasi adalah terwujudnya kehidupan yang lebih demokratis. Salah satu indikatornya adalah terwujudnya kebebasan pers.
Namun kenyataan yang terjadi, menjadi fenomena, kekerasan terhadap wartawan semakin meningkat, bukan hanya dilakukan oleh oknum aparat seperti pada masa orde baru namun juga dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu pada masa kini.
Belum lepas dalam ingatan kekerasan terhadap pewarta bukan pembawa petaka yang yang terjadi di Makassar beberapa waktu lalu, yang mengundang simpati seluruh insan pers tanah air. Kembali terjadi di Kabupaten paling utara Provinsi Sulawesi Barat teror terhadap wartawan.
Teror dan intimidasii terhadap wartawan di Kabupaten Mamuju Utara yaitu adanya pelemparan terhadap kendaraan disaat jam istirahat, yang itu sangat memprihatinkan. Maka kami Komunitas Rumah belajar Holistik mengutuk segala bentuk kekerasan dan intimidasi terhadap insan pers khususnya wartawan di Kabupaten Mamuju utara.
Hal tersebut menjadi catatan buat penegak hukum untuk serius mengungkap dan memberi perlindungan kepada pers, sesuai amanat Undang-undang pers Nomor 40 tahun 1999 agar dalam menjalankan tugasnya mengabarkan kepada publik itu bisa terlaksana dengan baik.
Teror tersebut juga adalah imbas dari, dijadikannya wartawan yang meliput sengketa lahan sebagai saksi. Sehingga ada pihak-pihak yang tidak bisa menerima jikalau wartawan bersaksi. Padahal jelas kemudian ada yang mengatur jika seorang wartawan dalam melakukan tugas jurnalistik tidak bisa dijadikan saksi.
Kekerasan terhadap wartawan khususnya yang terjadi pada Joni wartawan, sebagai korban merupakan kejadian yang beberapa kalinya, berbagai intimidasi sudah dialami sejak beliau berprofesi sebagai wartawan. Maka kepolisian harus mengusut tuntas atas kejadian tersebut, agar tidak menjadi kejadian yang berulang.
Kepolisian harus mampu menjamin kebebasan pers sesuai dengan amanat undang-undang pers No 40 tahun 1999. (*)