Mamuju, Katinting.com – Sejak beberapa tahun terakhir, telah tercatat sejumlah kasus tindak pidana korupsi yang menyeret pejabat teras di lingkup pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Pakar hukum dari Universitas Tomakaka (UNIKA) punya pendapat sendiri ihwal fakta tersebut.
Muhammad Yusuf SH. MH, tenaga pengajar di Fakultas Hukum, UNIKA menganggap, kondisi tersebut seharusnya dapat dicegah jika model managerial birokrasi di pemerintah provinsi dijalankan dengan cara yang ideal. Ia menyebut, pemegang kendali di pucuk pimpinan di level provinsi seharusnya mengambil peran paling vital dalam menciptakan jalannya pemerintahan yang bersih, akuntabel serta transparan.
“Saya melihat, ada yang keliru dengan model managerial pemerintahan di Sulawesi Barat. Seharusnya pucuk pimpinan di Pemprov, dalam hal ini Pak Gubernur mampu membangun sistem pemerintahan yang baik sehingga dapat meminimalisir kasus korupsi yang terjadi di Sulbar,” jelas Yusuf, Rabu (7/09).
Alumnus Fakultas Hukum di Universitas Muslim Indonesia (UMI) itu menjelaskan, seharusnya, pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dapat mencegah terjadinya kasus korupsi di tubuh birokrasi dengan menegakkan rekruitmen pejabat dengan cara yang profesional. Melibatkan stakeholder dan masyarakat pada proses pengisian jabatan di setiap satuan kerja yang ada.
“Idealnya, pemerintah provinsi itu harus mampu mendistribusi figur sesuai dengan disiplin keilmuannya di masing-masing SKPD. Selain itu, rekruitmen pejabat melalui lelang jabatan, seharusnya digelar secara transparan serta melibatkan stakeholder dan masyarakat umum,” sambungnya.
Dari pengamatan Yusuf, pola rekruitmen pejabat daerah yang selama ini ditegakkan oleh pemerintah provinsi masih sebatas rutinitas tanpa makna semata.
“Yang harus diingat ialah, Sulbar ini bukan hanya milik pemerintah, Sulbar ini pada prinsipnya milik masyarakatnya,” sebutnya.
Untuk diketahui, sederet nama pejabat Eselon II di lingkup pemerintah Provinsi Sulawesi Barat telah terbukti di mata hukum terlibat kasus kurupsi. Mereka diantaranya, Samiran (Mantan Kepala Biro keuangan), Haruna Hamal (Mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan), Idham Hasib (Mantan Kepala Dinas PU; hingga 2 kali diproses hukum), Ramlie Hamid (Mantan Kepala Dinas PU), Muh Abduh (Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan), Supriayatno (Mantan Kepala Dinas Perkebunan), Burhanuddin (Mantan Tenaga Ahil Pemprov), Suparman (Mantan Direktur Rumah Sakit Regional).
Deretan nama di atas belum termasuk beberapa figur di jajaran pejabat Eselon II Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat yang hingga kini masih menjalani proses hukum lantaran diduga kuat terlibat kasus korupsi. Diantaranya, Suarnati (Mantan Kepala Badan Koordinasi Penyuluh; saat ini masih aktif menjabat Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan) dan Dominggus D Sariang (Mantan Kepala Biro Hukum Pemprov Sulawesi Barat; Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum).
Yusuf juga menyebut, parahnya kondisi birokrasi di Sulawesi Barat tersebut tak bisa dilepaskan dari lemahnya peran DPRD yang disebutnya gagal memaksimalkan fungsi pengawasannya. Sebagai satu kesatuan yang utuh, seharusnya DPRD menunjukkan kepada publik apa dan bagaimana seharusnya ia bekerja khususnya dalam menjalankan fungsi pengawasan yang memang melekat di lembaga terhormat itu.
“Sebagai satu kesatuan yang utuh, kondisi pemerintah Provinsi yang digerogoti kasus korupsi tidak bisa dipisahkan dari lemahnya fungsi pengawasan DPRD. Di masa mendatang, DPRD harus mampu tampil dengan memaksimalkan fungsi pengawasan yang memang melekat pada lembaga itu,” demikian Muhammad Yusuf SH. MH. (*)