* Oleh : Santa, S.IP
(Mahasiswa PPS UMI dan Peneliti KOPEL Indonesia)
Paradoksal Dalam Adigium Politik
Mengawali tulisan ini, saya teringat adigium dalam lakon para politisi, terkhusus politisi di negeri ini. Adigium itu kalimatnya berbunyi kira-kira seperti ini, ‘’Dalam politik itu, tidak ada teman yang abadi dan tidak ada lawan yang abadi, karena yang abadi adalah kepentingan’’. Jika sepintas kita manganalisis redaksi kalimat tersebut, mungkin tidak akan rumit menemukan dalam istilah politik dan bahkan praktik politik seperti, kampanye hitam yaitu suatu istilah dalam marketing politik dimana para kontestan politik, para agen-agen distributor ide figure-figur politik mengangkat sisi-sisi negatif dari rivalitasnya untuk diketahui publik. Meski terkadang informasi yang dilemparkan ke ruang publik tak bisa dikatan akurat akan kebenarannya dari sisi validitas informasinya. Selain itu, kita juga tidak sulit untuk menemukan istilah Money Politik yang identik adanya pemberian berupa materil atau uang kepada calon pemilih dengan tujuan mempengaruhi pemilih tersebut agar mengarahkan dukungan atau pilihannya kepada figur atau calon yang memberi atau menjanjikan hal tersebut. Praktik-praktik seperti ini, sering disebut sebagai praktik kejahatan demokrasi.
Di dalam negara demokrasi selalu ditandai dengan adanya proses pemilihan secara periodik untuk memilih para pemimpin politik di suatu wilayah atau negara. Namun, menurut Prof. Dr. Mohammad, di dalam Negara demokrasi yang melaksanakan proses pemilihan pemimpinnya secara periodik tersebut tidak selamanya akan berlangsung dengan demokratis. Dalam uraian lain, kita dapat melihat potensi indeks kerawanan pada pemilu yang selalu mengikutsertakan beberapa segmen pelaku demokrasi. Sebut saja dari sisi kenetralan para penyelenggaran di duga masih cukup tinggi, disusul keterlibatan para Aparatur Sipil Negara (ASN), adanya praktik Money Politik atau politik uang, dan termasuk keterlibatan atau partisipasi masyarakat. Semua komponen-komponen tersebut dianggap dapat menjadi pemicu keberhasilan dari suatu pesta demokrasi yang sedang di helat disuatu wilayah atau Negara.
Membumikan Paham Politik Santun Dalam Demokrasi Liberal
Mendiskusikan dua obyek yang berbeda untuk menjadi satu dalam bingkai paham keharmonisan, tentu bukan perkara yang mudah. Demikian halnya dengan istilah politik santun dengan demokrasi liberal. Bagi penulis, politik santun mengajarkan atau menawarkan satu alternatif pilihan cara berdemokrasi yang baik, subtantif, dan produktif. Sementara demokrasi liberal, suatu paham demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan dalam berdemokrasi. Tentu kebebasan yang dimaksud penulis, juga memiliki standarisasi kebebasan berekspresi setiap pelaku demokrasi bergantung pada apa yang disepakati oleh seluruh pelaku demokrasi dalam bentuk regulasi dan sebagainya. Indonesia merupakan salah satu penganut paham demokrasi yang secara kuantitatif, relatif tumbuh subur. Itu dapat dilihat dari sistem pranata politik yang ada, baik dalam bentuk infrastruktur politik, maupun suprastruktur politik. Baik dari keberadaan partai-partai politik maupun keberadaan lembaga-lembaga negara yang lainnya seperti KPU dan sebagainya.
Politik santun dalam pandangan penulis ditandai dengan adanya penerimaan suatu perbedaan dalam pilihan-pilihan politik dengan tidak saling menjatuhkan, meremehkan, menjelekkan, dan mengungkapkan kekurangan para pihak yang sedang terlibat kontestasi pemilihan dalam suatu pesta demokrasi, baik di level nasional, regional, maupun lokal. Sebenarnya, penulis lebih tertarik melihat dalam perspektif budaya untuk mengontrol nila-nilai sosial yang akan potensial berubah seketika takkala di suatu wilayah atau negara dilangsungkan pesta demokrasi. Faktanya, bahwa masyarakat awam bisa menjadi korban praktik demokrasi liberal jika tidak dibangun kesadaran budaya setiap saat. Wacana politik nyaris menjadi semacam virus-virus yang membunuh jangkar-jangkar budaya kekeluargaan, rasa persaudaraan yang tinggi, dan solidaritas sesama anak bangsa. Sehingga penulis mencoba menawarkan satu ide tentang politik santun yang penulis anggap akan mampu mengantisipasi gejolak dan dinamika yang kemungkinan terjadi setiap saat. *