Katinting.com, Mamuju – Dugaan tindakan maladministrasi terkait penyimpangan prosedur yang terjadi di Puskesmas Bambu, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Mendapat perhatian serius dari jajaran Ombudsman Sulbar.
Sebagai tindak lanjut kasus ini, Rabu (10/02) Ombudsman Republik Indonesia, Kantor Perwakilan Sulawesi Barat, melakukan pemanggilan dan klarifikasi terhadap Kepala Puskesmas Bambu dan jajarannya. Terkait dugaan penyimpangan prosedur yang mempekerjakan tenaga bidan di Poskesdes Desa Karampuang tanpa honor atau tunjangan jasa yang sudah berjalan selama 6 (enam) bulan, bidan berinisial NS memberikan pelayanan kepada masyarakat Desa Karampuang dengan cara sukarela.
Kepala Perwakilan Ombudsman Sulbar, Lukman Umar, mengatakan. Kasus ini adalah temuan tim Ombudsman Republik Indonesia dan tim dari Ombudsman Negara Autralia serta jajaran Ombudsman Sulbar, saat melakukan supervisi ke Desa Karampuang beberapa waktu lalu. Sebagai upaya tindak lanjut Lukman mengaku, dalam waktu dekat pihaknya akan segera melakukan pemanggilan terhadap kepala dinas kesehatan Kabupaten Mamuju, untuk melakukan klarifikasi menyangkut penempatan petugas medis disejumlah Puskesmas Poskesdes diwilayah Kabupaten Mamuju, kata Lukman Umar.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Bambu Kabupaten Mamuju, Pirman mengatakan, pembentukan Puskesmas pembantu atau Poskesedes dan penempatan tenaga medis ditentukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju, dan status bidan NS yang bertugas di Poskesdes Desa Karampuang, berstatus sebagai bidan Sukarela sehingga tidak dapat menerima dana Kapitasi dan Non Kapitasi.
“Yang membentuk Poskesdes dan menentukan penembatan tenaga medis termasuk bidan, itu ditentukan pihak dinas kesehatan pak, dan status bidan Nursyamsi itu hanya bidan sukarela jadi tidak mendapat honor,” kata Pirman.
Pirman juga menjelaskan, terkait layanan persalinan yang dilakukan oleh bidan NS, ia hanya melakukan pelaporan bulanan berupa jumlah yang persalinan dilayani dan tidak bisa melakukan laporan pengajuan klaim, karena klaim persalinan hanya dapat dilakukan oleh bidan berstatus PNS atau bidan PTT.
“Jadi selama ini, setiap memberikan pelayana bidan sukarela itu, hanya memberikan pelaporan setipa bulan, dan tidak bisa mengajukan klaim karena bukan PNS atau PTT, awalnya Poskesdes di Desa Karampuang memiliki bidan PNS dan PTT, namun mereka pindah tugas atas persetujuan Dinas Kesehatan, sehingga Poskesdes tersebut harus ditangani oleh Bidan Sukarela, dan hanya menerima dana operasional sebesar Rp. 300.000 untuk operasional yang diperuntukkan untuk pembelian ATK di Poskesdes tersebut, tutup Pirman. (AA)