Jakarta, Katinting.com –Setelah sempat viral, kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dimana seorang gadis asal Sukabumi berinisal ES (16) menjadi korban perdagangan orang di Malaysia, akhirnya dipulangkan kembali ke tanah air, pada Kamis siang (13/9).
Dalam rilis yang dikirim Publikasi dan Media Kemen PPPA kepada Katinting.com (Jumat, 14/9) menyebutkan, tersebut berhasil diungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri. Dimana sejauh ini, Polri telah menangkap 6 orang tersangka yang merupakan jaringan tiga negara dari Arab Saudi, Sudan dan Malaysia.
Kepedulian lingkungan dan masyarakat terhadap sekitarnya perlu dikuatkan kembali. Jangan sampai, ada salah satu warga di daerah mereka yang menjadi atau berpotensi menjadi korban TPPO
Saat konferensi pers, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Heryy Rudolf Nahak menerangkan, jika kasus tersebut terungkap setelah adanya laporan dari korban. Korban ES (16) yang masih di bawah umur itu rencananya akan bekerja di Jakarta, namun justru berada di Selangor, Malaysia. Ia mendapat perlakuan tidak wajar oleh orang yang membawanya dari Indonesia, bahkan sempat disekap setelah akhirnya diselamatkan sementara oleh seorang warga Indonesia disana.
“Sebagai Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PPTPPO) Pusat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam hal ini terus berupaya memutus mata rantai perdagangan orang. Khususnya yang sering menimpa kelompok perempuan dan anak. Dalam kasus ini, Kemen PPPA mendorong agar UU TPPO dan UU Perlindungan Anak digunakan untuk menjerat dan memberatkan hukuman bagi 6 pelaku, karena korbannya masih usia anak,” ujar Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari TPPO Kemen PPPA, Destri Handayani saat konferensi pers bersama Polri dan Kementerian/Lembaga anggota GT PPTPPO Pusat lainnya di Mabes Polri (13/9).
Destri Handayani juga menilai, jika upaya preventif atau pencegahan merupakan salah satu cara memutus mata rantai TPPO. “Kepedulian lingkungan dan masyarakat terhadap sekitarnya perlu dikuatkan kembali. Jangan sampai, ada salah satu warga di daerah mereka yang menjadi atau berpotensi menjadi korban TPPO,” tambah Destri. Kemen PPPA dalam hal pencegahan telah menginisiasi pembentukan Komunitas Pencegahan dan Penanganan TPPO atau community watch di 255 desa dalam 21 Kab/Kota di Indonesia.
“Pembentukan komunitas PP-TPPO bertujuan untuk membangkitkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap praktek-praktek TPPO di daerah. Melibatkan masyarakat (grass root) seperti tokoh masyarakat, tokoh adat, pendidik, PKK, organisasi masyarakat, dan lainnya secara langsung, diharapkan efektif untuk membantu pemerintah dalam pemberantasan TPPO,” jelas Destri.
Guna memberantas TPPO, Kemen PPPA juga telah memberikan advokasi dan fasilitasi koordinasi kepada Pemerintah Daerah untuk membentuk dan mengaktifkan GT PPTPPO di daerah masing-masing. Saat ini telah terbentuk sebanyak 32 Gugus Tugas PP-TPPO tingkat provinsi dan 194 Gugus Tugas PP-TPPO Kab/Kota. Kemen PPPA juga memfasilitasi Provinsi/Kab/Kota dalam menyusun Rencana Aksi Daerah (Prov/Kab/Kota) Pencegahan dan Penanganan TPPO. Melaksanakan sosialisasi tentang pencegahan dan penanganan TPPO serta kampanye publik tentang “Stop TPPO” dan “Migrasi Aman” di wilayah-wilayah prioritas TPPO. Serta memfasilitasi peningkatan kapasitas Aparat Penegak Hukum (APH) dan Pendamping Korban dalam penganan kasus TPPO sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanannya dalam penegakan hukum bagi pelaku dan perlindungan bagi korban TPPO.
(Rls/Anhar)