Poster cegah stunting. (Ilust)

Indonesia berupaya mencapai target penurunan prevalensi stunting menjadi 17,8 persen pada 2023 dan 14 persen pada 2024. Upaya itu ditempuh antara lain dengan menangani kasus wasting dan underweight pada balita melalui intervensi gizi berupa pemberian makanan tambahan berbahan pangan lokal.

Maria Endang Sumiwi, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, mengatakan pemerintah mendorong program pemberian makanan tambahan berbahan pangan alami lokal sebagai upaya untuk menurunkan prevalensi tengkes atau stunting menjadi 17,8 persen pada 2023 dan 14 persen pada 2024.

banner 728x90

“Kita mendapatkan rekomendasi dari para ahli, memang pangan lokal lebih dianjurkan karena dia memperbaiki pola makan. Kalau biskuit tidak memperbaiki karena dikira makan biskuit sudah selesai. Padahal, begitu pangan lokal, ibu-ibu jadi belajar juga ‘oh, menu anak saya itu seharusnya ada protein hewaninya’ dan seterusnya,” kata Endang Sumiwi dalam kegiatan Publikasi Data Intervensi Spesifik dan Sensitif Bidang Kesehatan untuk Percepatan Penurunan Stunting Triwulan II Tahun 2023, Rabu (6/9).

Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan prevalensi stunting menurun menjadi 21,6 persen pada 2022, dari 24,4 persen pada tahun sebelumnya. Namun pada periode yang sama, wasting mengalami kenaikan 0,6 persen dan underweight sebesar 0,1 persen.

Wasting adalah kondisi ketika seorang anak memiliki berat badan rendah, tetapi tinggi badan yang cukup. Underweight adalah kondisi anak dengan berat badan yang rendah untuk usianya.

“Sehingga ini penting sekali pemberian makanan lokal karena kalau kita tidak turunkan underweight, tidak turunkan wasting atau gizi kurang, maka kemungkinan kita sulit turunkan stunting itu bisa terjadi. Jadi pemberian makanan lokal ini adalah intervensi yang penting,” imbuh Endang Sumiwi.

Kementerian Kesehatan dalam Publikasi Petunjuk Teknis Pemberian Makanan Tambahan Berbahan Pangan Lokal untuk Balita dan Ibu Hamil Tahun 2023 menyatakan Indonesia merupakan negera terbesar ketiga di dunia dalam keragaman hayati. Setidaknya terdapat 77 jenis sumber karbohidrat, 30 jenis ikan, 6 jenis daging, 4 jenis unggas, 4 jenis telur, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, dan 110 jenis rempah dan bumbu.

Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan pangan lokal sangat terbuka luas untuk penyediaan pangan keluarga, termasuk untuk perbaikan gizi ibu hamil dan balita.

Menurut Endang Sumiwi, tahun lalu terdapat 931.836 balita mengalami berat badan kurang; 584.232 balita menderita gizi kurang dan 95.504 balita menderita gizi buruk.

Selain pemberian makanan tambahan lokal juga sangat penting untuk membawa balita ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) untuk memeriksa kemungkinan adanya penyakit infeksi yang menyebabkan berat badan balita tidak naik. Penanganan berat badan anak balita yang tidak bertambah sangat penting untuk mencegah berkembang menjadi stunting.

“Jadi kita sudah atasi sejak awal, sejak di hulu, agar anaknya tidak jadi stunting. Kita mulai sejak masalah gizi yang terdahulu yang terawal yaitu berat badan anak tidak naik,” jelas Endang Sumiwi.

Kementerian Kesehatan, kata Endang, pada awal 2023, telah memberikan alokasi anggaran Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal sebesar Rp 1,41 triliun bagi 483 kabupaten dan kota.

Pemberian Pangan Lokal di NTT

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, Thobias Messakh mengatakan prevalensi stunting di kabupaten tersebut turun menjadi 15,1 persen pada Agustus, dari 17 persen pada Januari 2023. Jumlah anak yang mengalami kurang gizi juga turun menjadi 34 anak.

Thobias mengatakan pencapaian itu tak lepas dari dukungan anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Puskesmas yang memungkinkan pihaknya untuk melakukan percepatan penanganan stunting, termasuk dengan PMT.

Kegiatan pemberian makanan tambahan lokal bagi anak balita di Sabu Raijua, menurut Thobias, turut melibatkan pihak ketiga menyediakan menu makanan lokal bagi anak-anak balita dan ibu hamil.

“Rincian menu itu diberikan kepada pihak ke-tiga untuk menyediakannya. Ada penyedia yang misalnya sayur, buah-buahan, tetapi dalam waktu yang lama misalnya beras di drop (dipasok) untuk satu bulan,” jelas Thobias.

Kepala Puskesmas Bolou, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, Neni T. Dj.Hello mengungkapkan pemberian makanan lokal ditujukan untuk 106 balita gizi kurang dan 20 orang ibu hamil dengan kurang energi kronis (KEK). Kegiatan itu dilakukan pada 27 Maret hingga 24 Juni 2023.

Makanan dikelola secara terpusat di Puskesmas sehingga mempermudah proses pengawasan. Setelah dikemas, makanan didistribusikan ke titik kumpul yaitu Puskesmas Pembantu (Pustu), rumah kader dan tempat posyandu di masing-masing desa dan kelurahan.

“Dan ada juga yang diantar langsung ke rumah masing-masing sasaran dengan alasan jarak rumah terlalu jauh dari titik kumpul dan tidak mempunyai kendaraan,”cerita Neni.

Dia menjelaskan dari kegiatan pemberian makanan tambahan lokal selama hampir 2 bulan itu sebanyak 88 balita mengalami perbaikan gizi yang ditandai dengan kenaikan berat badan. Sebanyak 18 balita masih dalam kategori gizi kurang, dan 12 ibu hamil sembuh dari kurang energi kronis. [yl/ft]

source: voaindonesia.com afiliasi Katinting.com

Bagikan

Comments are closed.