Rapat Paripurna DPRD Sulbar yang dipimpin Amalia Aras dihadiri langsung Gubernur Sulbar, Ali Baal. (Foto : Zulkifli)
banner 728x90

Mamuju, Katinting.com – Program MARASA (Mandiri, Cerdas dan Sehat) ditolak oleh Fraksi Demokrat dan Golkar untuk dimasukkan dalam Ranperda ABPD Sulbar tahun anggaran 2019, meski akhirnya tetap disahkan menjadi Perda pada Kamis (29/11) malam.

Adanya penolakan disampaikan oleh fraksi Demokrat dan fraksi Golkar pada sidang paripurna dalam pemandangan akhir fraksi terhadap Ranperda APBD Sulbar 2019, di gedung DPRD, Jl. Abd Malik Pattana Endeng, Kelurahan Rangas, Kecamatan Simboro, Kamis (29/11) malam.

Program MARASA merupakan program dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pemerintahan Ali Baal Masdar – Enny Angraeny Anwar (ABM-Enny).

Juru bicara fraksi Demokrat, Hj. Fatmawati, saat menyampaikan pandangan akhir fraksi Demokrat mengatakan, penolakan program MARASA oleh fraksi Demokrat, karena dalam kajian atau pembahasan yang dilakukan secara maraton, dinilai belum memiliki regulasi atau payung hukum yang jelas.

“Dengan ini kami menyatakan belum menyetujui program ‘Marasa’ yang beberapa item kegiatannya dilaksanakan oleh beberapa OPD, dikarenakan program ini belum memiliki regulasi atau payung hukum yang dapat dijadikan dasar agar program MARASA ini dapat dilaksanakan, mohon untuk ditanggapi,” ujar Fatmawati.

Menurut Fraksi Demokrat, Pemprov agar Sulbar untuk lebih fokus kepada lima skala prioritas pembangunan yaitu, Perbaikan kualitas SDM dan kebudayaan, perbaikan infrastruktur dan konektivitas peningkatan ekonomi dalam upaya penanggulangan kemiskinan serta penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan pengelolaan lingkungan hidup.

Fraksi Demokrat juga sangat berharap kepada Pemprov Sulbar agar dapat lebih fokus dalam melaksanakan upaya pengembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dikarenakan dalam kajiannya, Pemprov Sulbar belum maksimal dalam mengalokasikan anggaran ke beberapa OPD yang bertanggungjawab dalam rangka pengembangan mutu SDM.

“Hal ini telah kami sampaikan dalam pemandangan umum fraksi di rapat paripurna sebelumnya, tetapi hingga selesai masa pembahasan, kami tidak melihat adanya upaya yang konkrit dalam hal pengalokasian anggaran tersebut,” paparnya.

Selain itu, Fraksi Demokrat juga meminta kepada Gubernur Sulbar, agar belajar dari pengalaman buruk ditahun anggaran 2018 ini, yakni cukup banyaknya proses pelaksanaan lelang, tender kegiatan yang gagal dilaksanakan oleh pihak Unit Layanan Pengadaan (ULP), yang menurutnya, salah satu faktor penyebab terjadinya hal ini tak lain, tidak mampunya Kelompok Kerja  (Pokja) di ULP untuk bekerja secara profesional.

“Kami harap bapak Gubernur melakukan evaluasi secara menyeluruh, dan kami sangat berharap bahwa Gubernur akan menempatkan orang yang cakap dibidangnya, untuk memastikan ditahun anggaran mendatang tidak akan terjadi lagi,” tutup Fatmawaty.

Senada, Hj. Marini Aryakati juru bicara fraksi Golkar, menilai program MARASA Gubernur Sulbar belum layak untuk dilaksanakan karena belum memiliki alas hukum yang jelas.

“Kami melihat program ini belum jelas dasar hukumnya, mekanisme pelaksanaan dan batasan kewenangan yang dimiliki oleh Pemprov Sulbar, Sehingga kami dari fraksi Golkar berkesimpulan, menolak program MARASA dalam Ranperda APBD 2019,” kata Hj. Marini.

Sementara empat fraksi lainnya, masing-masing Gerinda, PAN, Fraksi Indonesia Hebat dan Fraksi Keumatan, menyarankan gubernur Sulbar untuk mengupayakan membuat payung hukum yang jelas terhadap program tersebut.

Pada rapat ini, fraksi PDIP memilih walk out dari sidang paripurna, karena menilai banyak poin permasalah dalam Ranperda APBD yang belum dituntaskan sebelum disepakati.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Sulbar, Ali Baal Masdar saat ditemui sejumlah awak media sesuai menghadiri rapat paripurna itu mengatakan, program ‘Marasa’ tidak mesti dibuatkan alas hukum tersendiri karena telah ada dalam Perda RPJMD.

“Program MARASA ini sudah masuk dalam Perda RPJMD dan sudah disahkan oleh DPRD. Jadi tidak perlu dibuatkan payung hukum lagi, karena nanti dobel nanti,” kata Ali Baal.

Itu sudah masuk dalam Perda sebagai program prioritas, jadi saya rasa tidak perlu lagi payung hukum tersendiri, tutup Ali Baal.

(Zulkifli)

Bagikan