Junda Maulana, Kepala Bappeda Sulbar. (Foto Anhar)
banner 728x90

Mamuju, Katinting.com – APBD Perubahan Provinsi Sulawesi Barat yang ditetapkan awal bulan ini dipastikan tidak berlaku, karena tidak disetujui oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Sesuai Peraturan Mendagri Nomor 33 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penyusuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2018, batas pengajuan perubahan APBD yakni tanggal 30 September 2018.

Saat ditemui Katinting.com, Kepala Bappeda Sulbar, Junda Maulana mengatakan yang harus menjawab gawe-nya Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) dalam hal ini Sekertaris Provinsi, namun karena sifatnya umum dan bukan juga suatu hal yang perlu dirahasiakan sehingga ia memberikan keterangan terkait soal tersebut.

Menurutnya, ini adalah proses yang mungkin menjadi pembelajaran bagi kita Pemprov Sulbar dalam perencanaan utamanya dalam penyusunan APBD baik pokok maupun perubahan.

Sekarang ini berbeda, UUD 23 itu mengamanatkan bahwa perubahan peraturan daerah tentang APBD perubahan itu paling lambat disetujui secara bersamaan, paling lambat 3 bulan sebelum akhir tahun anggaran. “Otomatis harus tanggal 30 september itu disetujui bersama, sedangkan kita 3 Agustus melakukan persetujuan bersama,” kata Junda Maulana. Rabu (10/10).

Masih kata Junda Maulana, pada prinsipnya, suatu daerah itu bisa melakukan perubahan APBD bisa juga tidak, kalau kategorinya di UU 23 itu kalau dia tidak disetujui bersama pada bulan yang telah ditetapkan, maka dianggap tidak melakukan perubahan.

Melakukan perubahan juga itu karena kondisi, kalau tidak ada kondisi yang urgen, maka tidak perlu melakukan perubahan. Tapi kita kan selalu melakukan perubahan, tuturnya.

Ia menjelaskan, untuk tahun ini (2018) ada sedikit berbeda, karena ada defisit 56 miliar yang harus ditutupi, otomatis kita lakukan perubahan. “Juga ada kelembagaan baru yaitu Biro Kesra, kemudian Dinas Sosial, fungsi Biro Humas digeser ke Kominfo, fungsi keprotokoleran diambil Biro Umum. Itu kan ada pergeseran-pergeseran anggaran. Sehingga kita mau melakukan perubahan,” jelasnya.

Lebih lanjut Junda menjelaskan, kemudian ada hal-hal yang sifatnya on-top, misalnya ada keputusan menteri pendidikan, misalnya ada penyusunan pokok-pokok pikiran daerah, itukan ada instruksi kementerian pendidikan, kemudian kita juga diperhadapkan gaji PTT dan GTT itu juga suatu hal yang urgen. Dan juga ada musibah, bencana di Sulteng.

“Itulah semua yang melatar belakangi sehingga kita mau melakukan perubahan APBD, lalu kita bersama-sama tim banggar dalam hal ini dua unsur pimpinan DPRD pak Harun dan Munandar kita sama dengan TAPD Sekda, saya, kepala BKD  dan juga pelaksanaan kepala keuangan, kita kesana. Prinsipnya mereka taat aturan, dia tidak mau lagi membahas sesuatu yang lewat. Kita katakan, jadi kita ditolak, mereka bilang tidak ditolak tapi kita diskusikan,” papar Junda yang ditemui diruang kerjanya, sekira pukul 15.20 Wita.

Dari diskusi itu lahirlah arahan-arahan, bahwa daerah tidak wajib melakukan perubahan tapi bisa melakukan perubahan penjabarannya, tambahnya.

“Jadi penjabaran APBD itu melalui keputusan gubernur, itu bisa. Tanpa harus melakukan perubahan perda tapi penjabarannya bisa melakukan perubahan. Tapi dengan catatan bahwa perubahan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD itu memang tidak seperti perubahan secara luas yang dilakukan oleh peraturan daerah,” paparnya.

Junda mencontohkan, kalau ada Perda ada kegiatan yang tidak dilaksanakan, atau belum teranggarkan, itu bisa kita masukkan diperubahan tapi kalau perubahan penjabaran, maka itu tidak sampai secara luas tapi sikapnya adalah yang urgen penting dan mendesak.

“Tentu dalam peraturan gubernur nanti, penjabaran akan menuangkan untuk menutupi defisit, terus melakukan pendanaan OPD yang sudah dibentuk karena itu ada kekuatannya, adalah peraturan gubernur, jadi prinsipnya ada aturan atau landasan yang mengatur hal itu sehingga kita bisa melakukan perubahan penjabaran,” pungkasnya.

Peraturan Daerah tentang Perda APBD perubahan, jika tidak dilakukan maka otomatis kita kembali ke anggaran pokok, jadi pemerintahan berjalan dengan anggaran pokok. Tapi jika dalam hal-hal penting harus dibiayai itu dimungkinkan menurut arahan Dirjen lewat Peraturan Gubernur, terang Junda.

“Jadi tidak ada bedanya. Cuma yang membedakan, ada hal-hal yang lain yang dilakukan perubahan itu, itu tidak bisa kita lakukan. Karena dianggap tidak sesuai dengan kriteria. Bahwa Dia ada kebijakan dari pusat harus kita lakukan,” katanya.

Sambung kata Junda, Atau misalnya ada peraturan daerah yang dibuat, sebelum dilakukan perubahan. misalnya tentang kelembagaan, Itukan kita lakukan setelah perubahan, kita lakukan memang. Begitu harus dibiayai, kalau tidak, tidak jalan pemerintahan, maka itu dimungkinkan, jadi tenaga kontrak PTT dan GTT sudah ada SK yag diberikan kemudian mereka sudah kerja jauh sebelumnya, menjadi utang pemerintah daerah, kita harus bayarkan melalui penjabaran gubernur. Tapi kegiatan-kegiatan lain, seperti OPD yang baru itu tidak bisa. Jadi sesungguhnya tidak terlalu signifikan cuman kesannya kok Perdanya ditolak? Ini sementara kami merapat nanti mau mengkaji aturan undang-undang jangan sampai kita melakukan, kemudian melanggar. Terang mantan pelaksana Bupati Mamuju Tengah ini.

“Karena ini tunggal yang menandatangani peraturan gubernur, bukan lagi bersama DPRD, maka harus ada kehati-hatian. Jadi perlu dikaji, mana yang bisa berubah. Yang tidak penting dan tidak mendesak jangan sekali-kali kita rubah,” tandasnya.

Lebih jauh Junda menegaskan, tidak ada masalah, hanya penyesuaian. Cuma karena ini kejadian baru pertama, padahal menurut Dirjen, penjabaran APBD itu bisa dilakukan saat kita menganggap bahwa tidak sesuai lagi. “Kalau tidak bisa jangan dipaksakan. Tidak diizinkan karena sudah lewat dari batas waktu yang sudah ditentukan”.

Terkait hal tersebut, Pimpinan DPRD Sulbar, Munandar Wijaya mengatakan tidak ada masalah substansi.

“Cuman terlambat saja diketuk, karena masalah tsunami Palu kemarin. Intinya lewat tanggal 30 September saja makanya APBD Perubahan 2018 tidak dilaksanakan. Jadi tetap mengacu ke APBD berjalan saja,” terang Munandar kepada Katinting.com via WhatsApp. Rabu (10/10) malam.

Sambung Munandar, secara garis besar terkait soal tersebut tidak akan berpengaruh terhadap program atau perencanaan yang ada. “Tapi kan tentu ada penyesuaian yang di rancang dalam APBDP, jadi bisa perubahan penjabaran APBD di pakai peraturan kepala daerah saja untuk kegiatan dan pembiayaan yang urgen. Yang lain tidak ada masalah”.

Masih penjelasan Munandar, Prinsip pertama, APBDP tidak wajib, itu hanya pilihan saja. Kedua, Keterlambatan bukan karena DPRD atau Pemprov sebabkan, tapi memang murni karena efek tsunami Palu di tanggal 28, 29 (September) kemarin itu.

(Zulkifli/Anhar)

Bagikan
Deskripsi gambar...